
Oleh: Edy Basri
Mereka membawa beras, telur, dan minyak goreng.
Juga sedikit doa. Sedikit tenaga. Tapi dengan hati yang besar.
Mereka menamainya SEJUK — Sedekah Jumat Ojol Maxim untuk Kemanusiaan.
Sekitar empat puluh driver Maxim berkumpul.
Sebagian dari mereka datang mewakili komunitas besar bernama JOSS — Jaringan Ojek Online Sulsel.
Gerakan yang dirancang bukan untuk ramai di medsos, tapi untuk menyejukkan nurani.
Ada tiga titik tujuan.
Tiga rumah sederhana. Tiga kehidupan yang mungkin sering luput dari pandangan kota.
Pertama, rumah Ibu Fatimah, 55 tahun.
Tak punya pekerjaan. Tinggal di lingkungan Galangan Kapal, Kecamatan Tallo, Makassar.
Rumah kecil tanpa listrik, tapi pagi itu terasa terang sekali.
Kedua, rumah Nenek Daeng Kanang, 85 tahun.
Pemulung. Hidup sebatang kara di Jalan Pampang I, Panakukang.
Rumahnya nyaris roboh. Tapi matanya berbinar saat para ojol datang mengetuk pintu.
“Terima kasih, nak,” katanya pelan. Tapi itu seperti doa panjang.

Ketiga, rumah Nenek Daeng So’na, 90 tahun.
Tak punya pekerjaan. Hidup sendirian di Jalan Toa Daeng 3, Kelurahan Borong, Panakukang.
Dia lama memandangi bingkisan di depannya.
Mungkin jarang ada yang mengingatnya. Tapi hari itu, rumahnya ramai oleh cinta.
Turun langsung memimpin kegiatan itu — Ipda Catur Kurniawan, SH.
Polisi, tapi hari itu bukan dengan seragam patroli, melainkan dengan empati.
Ia Penasehat JOSS, komunitas yang dibentuk oleh Kombes Pol Hajat Mabrur Bujangga, SH, SIK, MH, Direktur Intelkam Polda Sulsel.
JOSS bukan sekadar kelompok.
Ia wadah lintas komunitas: Grab, Gojek, Shopee Food, Maxim, dan Relawan Tanggap Bencana Ojol Sulsel (RTBOS).
Mereka satu suara — menjaga kota bukan hanya dengan sirene, tapi juga dengan kebaikan.
Turut hadir dalam kegiatan itu:
Sdr. Jamail, Ketua Harian JOSS.
Sdr. Yoga, Ketua Aliansi Driver Maxim Makassar.
Sdr. Hendrik, Ketua Single Fighter Maxim Antang.
Dan Sdr. Aqil, Wakil Ketua Aliansi Maxim Driver.
Mereka bukan pejabat. Tapi pagi itu mereka lebih dari cukup untuk disebut pejuang.
Sekitar pukul 11.30 WITA, kegiatan SEJUK selesai.
Tidak ada pidato. Tidak ada seremoni.
Hanya tawa kecil, pelukan ringan, dan rasa lega yang sulit dijelaskan.

Setelah itu, satu per satu mereka kembali ke jalan.
Menjemput order, seperti biasa. Tapi hati mereka tidak lagi sama.
Karena ternyata, menjadi bagian dari perubahan tidak harus menunggu kaya.
Kadang, cukup turun ke jalan.
Membawa sedekah. Menyalakan kembali rasa kemanusiaan.
Itu saja sudah cukup membuat hari menjadi — SEJUK. (*)
Tidak ada komentar