Sidrap Maju, Jejak Visioner Syaharuddin Alrif yang Terekam CNBC Indonesia dan TV One
Iya. Tak banyak daerah yang mampu menembus dua panggung nasional dalam dua malam berturut-turut. Tapi, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), membuktikannya
Kamis sore, 6 November 2025, CNBC Indonesia menobatkannya sebagai Top Regional Food & Energy Security Champion.
Sehari kemudian, TV One memberikan penghargaan Inovasi Membangun Negeri 2025 kepada Bupati Syaharuddin Alrif atas keberhasilannya memimpin program Sinergi Swasembada Pangan Sidrap Maju.
Bagi sebagian orang, itu mungkin sekadar seremoni. Namun bagi Sidrap, dua malam itu menjadi rekognisi ilmiah atas arah pembangunan yang berpijak pada logika sains dan jiwa kerakyatan.
Ketika nama Sidrap disebut di panggung CNBC Indonesia Awards, sorotan lampu menyapu wajah tenang Syaharuddin Alrif. Ia berdiri tegak, senyum tipis di bibirnya — bukan euforia, melainkan syukur yang terkendali.
“Ini bukan soal menjadi terbaik. Ini tentang bagaimana sebuah daerah bisa mandiri tanpa kehilangan arah,” ujarnya setelah menerima penghargaan dari Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto.
Kata-katanya singkat, tapi mengandung filosofi kepemimpinan yang dalam — rasional tapi hangat, visioner tapi membumi.
Selama puluhan tahun, Sidrap dikenal sebagai lumbung padi Sulawesi Selatan. Di tangan Syaharuddin, konsep itu naik kelas. Sawah tak lagi sekadar ladang produksi, melainkan ruang riset sosial dan ekologi.
Ia memperkenalkan pendekatan agroekologi modern — sebuah sistem yang menggabungkan ilmu lingkungan, sosial, dan agronomi demi keseimbangan antara produktivitas dan keberlanjutan.

Metodenya dilengkapi dengan Integrated Crop Management (ICM) dan Digital Soil Mapping (DSM), dua teknologi yang memanfaatkan sensor untuk membaca kelembapan, pH, hingga kandungan nutrien tanah secara real time.
Hasilnya konkret. Produktivitas padi melonjak hingga 8,5 ton per hektare, penggunaan pupuk kimia berkurang 25 persen, dan indeks pertanaman (IP) meningkat dari 180 menjadi 240.
Target berikutnya: IP300, tonggak yang hanya mungkin dicapai oleh wilayah dengan sistem irigasi presisi dan digital water management.
“Pertanian Sidrap kini berbasis data, bukan kebiasaan,” kata Syaharuddin dalam wawancara dengan CNBC.
Di Agricultural Command Center Sidrap, layar-layar monitor menampilkan citra drone dari Watang Pulu dan Maritengngae. Di ruang itu, machine learning bekerja menganalisis vegetasi, indeks klorofil, dan prediksi hama berdasarkan citra satelit harian.
“Kalau dulu petani menebak musim, sekarang kami membaca data,” ujar seorang operator muda sambil menunjukkan grafik fluktuasi cuaca di dashboard berbasis AI.
Pendekatan ini dikenal di kalangan akademisi sebagai Artificial Intelligence for Agriculture (AIA) — salah satu bentuk paling konkret dari smart governance di tingkat kabupaten.
Namun Syaharuddin tidak berhenti di sektor pangan. Ia juga menata ulang ekosistem energi, membangun kemandirian dari dua sumber nadi kehidupan manusia: makanan dan listrik.
Sejak diresmikannya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap, deretan turbin di Watang Pulu menjadi simbol perubahan paradigma energi di Indonesia Timur.
Kini, Sidrap bersiap menghadirkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai bagian dari sistem hybrid renewable energy cluster — kombinasi tenaga angin, surya, dan biomassa.
“Energi dan pangan adalah dua sisi dari satu nadi kehidupan. Tanpa energi, pangan tak bergerak. Tanpa pangan, energi kehilangan makna sosial,” ucapnya dalam pidato di panggung CNBC.
Konsep itu berakar pada teori ekonomi pembangunan kontemporer: food-energy nexus. Di Sidrap, teori tersebut bukan jargon, tetapi praktik nyata.
Tidak ada komentar