Oleh: Marsose Gala / Kabiro Katasulsel.com Wajo
Para tamu berdatangan dengan wajah penuh harap. Sebuah gala dinner yang dibalut pelantikan.
Pelantikan Dewan Hakim Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional dan Internasional—pertama kalinya digelar di Indonesia.
Bupati Wajo, Andi Rosman, datang berpasangan dengan Wakil Bupati, dr Baso Rahmanuddin. Keduanya kompak. Sama-sama memakai kemeja sutra motif khas Wajo.
Dari pakaian itu, tersirat pesan: Wajo ingin menampilkan diri bukan hanya sebagai tuan rumah, tapi sebagai ikon.
Forkopimda hadir. Kapolres, Dandim, Kajari. Semua lengkap. Dan di kursi kehormatan, duduk sosok penting: Menteri Agama RI, Prof KH Nasaruddin Umar.
Dari tangannya, para dewan hakim dan dewan pengawas dilantik. Sebuah prosesi yang sederhana, tapi punya gema internasional.
Nasaruddin tidak sendirian. Ada Prof Suyitno, Dirjen Pendis Kemenag RI. Ada pula Dr Basnang Said, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
Nama-nama itu membuat panggung Wajo terasa nasional. Bahkan internasional.
Bupati Rosman terlihat sumringah. Suaranya lantang, tapi juga bergetar.
“Alhamdulillah, suatu kehormatan kami bisa menjadi tuan rumah ajang internasional. Ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia. Wajo mencatat sejarah,” ujarnya.
Ia tahu, momen ini bukan kebetulan. Ada dukungan Pemerintah Provinsi Sulsel. Ada tangan-tangan As’adiyah yang tidak bisa dilepaskan dari narasi panjang pendidikan kitab kuning.
Ada pula Pemkab Wajo yang sejak lama mengusung identitas daerah sebagai “Kota Santri”.
Menteri Nasaruddin menguatkan. Baginya, Musabaqah Qiraatil Kutub bukan lomba biasa. Ini ruang para santri dan mahasantri menyalami kitab kuning, mendalaminya, memaknainya kembali di tengah zaman yang serba digital.
“Di luar dugaan, banyak negara ikut berpartisipasi. Ada dari Maroko, Amerika, hingga Asia Tenggara. Melampaui target kita,” katanya.
Dan benar saja, dari panggung kecil di Sengkang, gema itu meluas ke mancanegara. Dari kitab kuning yang dulu hanya beredar di pesantren-pesantren kampung, kini menjadi jembatan antarbangsa.
Menteri asal Sulawesi Selatan itu berharap Wajo tampil maksimal. “Kita tahu, Wajo dikenal dengan Kota Santri terbesar di Indonesia. Mari bersama sukseskan acara ini,” tegasnya.
Malam itu, gala dinner usai dengan hangat. Tapi bukan itu yang penting. Yang penting: sebuah kota kecil di Sulawesi berhasil mencatat sejarah besar.
Karena tidak semua kabupaten punya kesempatan melantik dewan hakim internasional. Tidak semua daerah bisa jadi tuan rumah pertama ajang dunia.
Wajo melakukannya. Dari kitab kuning. Dari pesantren As’adiyah. Dari santri yang menyalin huruf demi huruf.
Dan sejak malam itu, sejarah Wajo tidak lagi sekadar tentang danau luas dan tenun sutra. Tapi juga tentang sebuah musabaqah. Tentang kitab kuning yang dibacakan, diperdebatkan, dan dipelajari di hadapan dunia. (*)
Media Portal Berita Berbadan Hukum
PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,
Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)
Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986
Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )
Tidak ada komentar