Kategori
Sultra

Kali dan Pesisir Pantai Kembali Tercemar, PT TBS Kembali Disorot

Bombana, Katasulsel.com – Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menyuarakan soal dugaan pencemaran lingkungan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pongkalero, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, Sultra.

Korum Sultra yang terdiri dari Amara Sultra, Jangkar Sultra dan AMPLK Sultra kembali membeberkan dugaan pencemaran lingkungan PT TBS.

Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim mengatakan bahwa dugaan pencemaran lingkungan kembali terjadi di PT TBS. Pasalnya kali dan pesisir pantai kembali berwarna kemerah-merahan.

“Data terbaru Kamis 30 Januari 2025 menunjukkan bahwa kali dan pesisir pantai kembali berwarna kemerah-merahan, ini menunjukkan bahwa pernyataan pihak perusahaan yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut dua tahun lalu, berbanding terbalik dengan fakta dilapangan,” kata Alumni Hukum UHO.

Sambungnya bahwa sebelumnya juga telah digelar RDP di DPRD Sultra dan untuk itu pihaknya meminta DPRD Sultra segera mengeluarkan rekomendasi penghentian aktivitas PT TBS.

“Bahkan perwakilan Inspektur Tambang saat RDP di DPRD Sultra menyampaikan bahwa ada temuan dilapangan dan untuk itu kami minta DPRD Sultra untuk mengeluarkan rekomendasi penghentian aktivitas PT TBS,” ungkap jebolan aktivis HmI.

Lanjutnya pihaknya meminta DPRD Sultra dan pihak berwenang untuk tidak membiarkan peristiwa ini berlarut-larut.

“Kami minta tindakan tegas pihak berwenang,” pungkasnya.

Sementara itu sebelumnya DPRD Sultra menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) perihal dugaan pencemaran lingkungan dan banjir oleh PT TBS di Blok Watalara, Desa Pongkalero, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, Sultra.

Agenda RDP selaku tindaklanjut dari aspirasi yang dibawa oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Konsorsium Mahasiswa Sultra yang tergabung dari Amara Sultra, Jangkar Sultra, dan AMPLK Sultra.

Jendral Lapangan, Malik Botom mengatakan, PT TBS melakukan aktivitas pertambangan yang berdampak pada ekosistem dan pemukiman warga setempat.

“PT TBS telah melalaikan tanggung jawabnya dalam pengelolaan limbah sehingga diduga mencemari lingkungan masyarakat,” katanya, Rabu 22 Januari 2025.

Selain itu terjadi dugaan pencemaran lingkungan ini berdampak pada wilayah pertanian masyarakat.

“Dampak buruk yang disebabkan oleh PT. TBS merugikan masyarakat setempat khususnya pada lahan pertanian yang rusak parah,” ungkapnya.

Disaat yang sama, Direktur Tunggal PT TBS Basmala Septian Jaya membantah isu pencemaran lingkungan tersebut.

Bukti dokumentasi pencemaran lingkungan adalah kejadian dua tahun silam.

“Jadi perlu diklarifikasi, itu foto dua tahun yang lalu,” ujarnya.

Inspektur Tambang Sultra, Syahril menerangkan, berdasarkan tinjauan lapangan terakhir, terdapat temuan pembuangan air limbah pertambangan.

Selain itu, terdapat saluran air yang berpotensi tertutup akibat timbunan material dari aktivitas PT TBS.

“Ada beberapa saluran yang mungkin sudah mulai tertutup oleh material-material, itu kami sudah bersihkan,” terangnya.

Anggota DPRD Sultra yang juga bertindak sebagai Pimpinan Rapat, Aflan Zulfadli merekomendasikan kepada Inspektur Tambang Sultra untuk membentuk sebuah Tim terpadu penelusuran terkait penyebab pencemaran lingkungan dan banjir ini.

“Makanya disini dibutuhkan Tim Terpadu untuk menelusuri kebenaran kejadian itu apakah sumbernya dari TBS itu sendiri atau bersama-sama dengan tambang lain,” imbuhnya.

Kemudian, DPRD Sultra akan merespon kejadian tersebut manakala telah mendapat informasi yang akurat mengenai fakta yang ada di lapangan.

“DPRD sendiri akan merespon hal ini setelah kami dapat informasi dari inspektur tambang,” pungkasnya.

Laporan: Asman Ode

Kategori
Sultra

DPRD Sultra Bakal Lakukan RDP Terkait Pencemaran Lingkungan PT TBS

Kendari, Katasulsel.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi tenggara (Sultra) bakal menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam waktu dekat ini.

Langkah tersebut diambil usai menerima demonstrasi dari Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sultra yang tergabung dari tiga lembaga, Senin (20/1/2025).

Adapun ketiga lembaga tersebut diantaranya, Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutan (AMPLK) Sultra, Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar) dan Amara Sultra.

Ketiganya menggelar aksi unjuk rasa menyoal dugaan pencemaran lingkungan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi menjelaskan, akan mengundang pihak-pihak terkait dalam rangka melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu 22 Januari 2025.

“Baiknya hari Rabu ini pak koordinator kami Komisi III sudah mengusulkan untuk RDP. Kita memanggil instansi-instansi terkait atau siapa-siapa yang terkait didalam ini,” jelasnya pada saat hearing bersama massa aksi

Selain itu Anggota komisi III DPR Sultra Suwandi Andi saat menemui massa aksi memastikan pihaknya akan memanggil perusahaan tersebut.

“Dewan pastikan bakal memanggil pihak PT tambang bumi sulawesi yang beraktivitas di Kabaena selatan,” kata Suwandi Andi kepada massa aksi Korum Sultra di kantor DPR Sultra

“Ada kerugian negara ratusan miliar di sektor perpajakan dari aktivitas pertambangan yang harus diungkap,” tambahnya.

Senada dengan hal tersebut Anggota Komisi III lainnya Abdul Khalik juga menyinggung persoalan AMDAL PT TBS dikatakannya pihaknya, akan menelusuri soal AMDAL PT TBS sebab, menurutnya ini tanggung jawab moral bagi yang menyusun AMDAL tersebut.

Lebih lanjut Abdul Khalik menyampaikan bahwa inisiator dari penyusun AMDAL adalah pengusaha sehingga akan menimbulkan pertanyaan soal independensi penyusun AMDAL perusahaan pertambangan.

“Pasti tidak bisa independen sehingga dia berharap DPR-RI bisa merubah kembali UUD soal penyusunan AMDAL di berikan saja ke negara jangan swastwa karna jika swasta yang kelola dipastikan tidak ada independen,” pungkas anggota Komisi III DPR Sultra ini.

Jendral Lapangan, Malik Bottom mengatakan, kedatangan massa aksi di gedung DPRD Sultra ialah untuk meminta penegasan atas dugaan pencemaran lingkungan dari aktivitas pertambangan PT TBS.

“Kami ingin meminta ketegasan dari anggota DPRD Sultra soal pertambangan di Kabaena Selatan,” katanya.

Lanjut, kata dia, PT. TBS ini diduga melakukan aktivitas yang bertentangan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 tahun 2022 tentang pengelolaan air limbah usaha pertambangan.

“Kami menduga kuat PT. TBS tidak mengindahkan peraturan yang berlaku sehingga diduga melakukan tindakan ilegal,” ungkapnya.

Kemudian, massa aksi menyambangi Kantor Inspektorat Tambang Sultra untuk memasukkan laporan resmi perihal dugaan pencemaran lingkungan PT TBS.

Selain itu, Inspektur Tambang Sultra, Kamrulah berkomitmen untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

Sementara itu sebelumnya dikutip dari salah satu media, Humas PT TBS, Nindra menegaskan bahwa sampai hari ini sungai Watalara belum pernah meluap hingga mengakibatkan banjir dan mencemari lingkungan yang dapat merusak biota laut sebagaimana foto yang ramai beredar.

“Itu bukan banjir, tapi keruh akibat tingginya curah hujan. Foto banjir di rumah warga itu diambil dua tahun lalu, dan saat kegiatan penambangan kami sedang berhenti,” jelasnya.

Laporan: Asman Ode

Kategori
Sultra

Tiga Lembaga di Sultra Lakukan Aksi, Mereka Menuntut Dugaan Pencemaran Lingkungan PT TBS

Kendari, Katasulsel.com – Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sultra yang tergabung dari tiga lembaga Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutan (AMPLK) Sultra, Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar) dan Amara Sultra menggelar aksi unjuk rasa menyoal dugaan pencemaran lingkungan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, Kamis (16/1/2025).

Aksi unjuk rasa tersebut digelar sekaligus dengan pelaporan ke pihak berwenang diantaranya, Polda Sultra, Inspektur Tambang perwakilan Sultra, DLH Sultra, Pos Gakkum KLHK Kendari dan DPRD Sultra.

Jenderal Lapangan, Malik Bottom mengatakan bahwa bukan hanya kali ini saja dugaan pencemaran lingkungan mencuat terjadi akibat aktivitas PT TBS.

“Yang kemarin terjadi itu pada Rabu 8 Januari 2025, kemudian yang dipakai klarifikasi pada foto Minggu 12 Januari 2025, menurut informasi yang kami dapat dan kumpulkan, pasca terjadi luapan lumpur yang membuat kali dan pesisir pantai berwarna kecoklatan pihak perusahaan melakukan pengerukan,” jelas Jebolan Aktivis HmI ini.

“Kalau hanya untuk kepentingan klarifikasi ini sama saja akal-akalan perusahaan,” tambahnya.

“Kita juga bisa lihat bersama jejak digital PT TBS, kita lihat di pemberitaan yang lalu-lalu, banyak keluhan masyarakat terkait aktivitas PT TBS, dari persoalan perkebunan warga yang terganggu dan masih banyak lagi,” kata Malik, Rabu 15 Januari 2025.

Lanjutnya bahwa ketika masyarakat mengeluhkan aktivitas PT TBS, berarti patut diduga pihak perusahaan tidak melakukan kegiatan pra penambangan dalam hal ini rekayasa sosial.

“Ini bisa kita periksa jejak digital yang mengeluh ini masyarakat, bukan Kepala Desa yang sudah memiliki gaji bulanan, sementara masyarakat yang sehari-harinya sebagai petani dan nelayan tidak memiliki gaji, kalau bukan mengurus kebun dan melaut, lalu kemudian apa langkah perusahaan, apa pernah menyalurkan CSR dan Dana PPM nya terhadap masyarakat,” ungkap Mahasiswa Ekonomi salah satu kampus di Sultra.

“Saya kira kalau rekayasa sosial dilakukan oleh perusahaan, pasti tidak akan ada keluhan dari masyarakat,” tambahnya.

“Kalau rekayasa sosial dilaksakan dengan baik, petani dan nelayan pasti dicarikan jalan oleh perusahaan, tapi ini nyatanya kita bisa periksa jejak digitalnya keluhan masyarakat sering kita dapatkan terhadap PT TBS,” jelas Ketua Amara Sultra.

Ditempat yang sama Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim mengatakan bahwa pihak berwenang diminta untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat.

“Sudah banyak keluhan masyarakat, tanpa kita kesanapun, pihak berwenang bisa memeriksa jejak digital perusahaan tersebut, terkhusus peristiwa yang terjadi pada Rabu 8 Januari 2025, kita bisa lihat dampak yang terjadi pada Kali dan Pesisir, nah ini yang terjadi ketika musim penghujan datang,” jelas Ibrahim jebolan aktivis HmI.

“Dugaan dampak buruk yang disebabkan oleh PT TBS merugikan masyarakat setempat khususnya pada lahan pertanian yang rusak parah, dan ini masih ada jejak digitalnya,” tambahnya.

Tak hanya itu, aktivitas pertambangan ini juga diduga telah menyebabkan tercemarnya perairan masyarakat setempat.

Ibrahim menambahkan aktivitas PT. TBS ini juga diduga bertentangan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 tahun 2022 tentang pengelolaan air limbah usaha pertambangan.

“Kami menduga PT TBS khususnya di Blok Watalara tidak membuat kolam endapan atau sedimen pont, sehingga ketika hujan datang, lumpur akibat aktivitas tambang akan langsung mengalir ke kali dan pesisir pantai Desa Pu’ununu,” ungkap Alumni Hukum UHO ini.

Sementara itu Ketua Jangkar Sultra, Rasyidin meminta pihak berwenang untuk menindaklanjuti keluhan dan aduan pihaknya.

“Kami minta pihak berwenang untuk menindaklanjuti persoalan ini, bukti-bukti sudah ada, jejak digital juga ada, lalu tunggu apalagi,” tegas salah satu pengurus HmI Cabang Kendari.

Saat melakukan aksi unjuk rasa dan pelaporan Korum Sultra, ditemui oleh
Panit 2 Tipidter Ditreskrimsus Polda Sultra, IPDA Haris.

Ipda Haris menyampaikan bakal melakukan tindaklanjut perihal aspirasi massa aksi menyoal aktivitas pertambangan PT TBS.

“Nanti kami tindaklanjuti atas aduannya adik-adik ini. Kalau bisa bikin aduan resmi, nanti kita tindaklanjuti,” ucapnya pada massa aksi.

Selain itu Inspektur tambang Perwakilan Sultra, Syahril menerangkan, dalam menindaklanjuti persoalan ini pihaknya akan meminta klarifikasi dari pihak-pihak lain yang memiliki informasi seputar aktivitas pertambangan PT TBS.

“Laporan dari pihak adik-adik ini kan kami sudah terima, tentunya kami tidak boleh hanya berdasarkan hanya laporan dari satu sisi.Tentunya kami akan lakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak lain yang mengetahui duduk persoalan di lapangan,” terangnya.

Syahril juga menuturkan, pihaknya akan menurunkan personil untuk diberangkatkan lokasi pertambangan tersebut dengan berbekal surat tugas.

“Dan kalau memang diperlukan, Tim akan segera diberangkatkan ke lokasi. Tapi mengenai itu kembali lagi, bukan kami yang menentukan. Kami menunggu surat tugas,” tuturnya.

Kemudian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sultra melalui Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Mirna lesmana serah membeberkan, persetujuan izin lingkungan pertambangan PT TBS ini dikeluarkan oleh DLH Kabupaten Bombana.

Lanjut, kata dia, pihaknya akan berkoordinasi dengan DLH Kabupaten Bombana untuk dilakukan tindaklanjut.

“Untuk masalah kewenangan, kami akan koordinasikan ke DLH Kabupaten Bombana. Jadi untuk ininya kami tetap terima aduannya. Untuk tindaklanjutnya nanti kami tindaklanjuti,” benernya.

Pos Gakkum KLHK Kendari Sultra melalui PPLH Ahli Pertama, Hasbi menjelaskan akan menindaklanjuti aduan terkait aktivitas PT. TBS tersebut.

“Kami akan segera scan, kami kirim ke Makassar. Nanti disana dari pimpinan menunggu saja perintah,” katanya.

Selain itu saat menyambangi DPRD Sultra, Salah satu staf sekretariat DPRD Sultra mengatakan kepada pendemo untuk datang kembali dilain waktu, dikarenakan anggota DPRD Sultra sementara menjalankan tugas diluar daerah.

“Nanti datang lagi, untuk ditemui anggota DPRD Sultra, biar diagendakan RDP bersama para pihak,” katanya.

Terkait hal tersebut dikutip dari Penasultra.id Humas PT TBS, Nindra menegaskan bahwa sampai hari ini sungai Watalara belum pernah meluap hingga mengakibatkan banjir dan mencemari lingkungan yang dapat merusak biota laut sebagaimana foto yang ramai beredar.

“Itu bukan banjir, tapi keruh akibat tingginya curah hujan. Foto banjir di rumah warga itu diambil dua tahun lalu, dan saat kegiatan penambangan kami sedang berhenti,” jelasnya.

Laporan: Asman Ode