Artinya, inovasi olahan tiram bukan semata strategi bisnis mikro, tapi juga bentuk nyata dari intervensi terarah untuk mengurai ketimpangan struktural dalam distribusi akses dan peluang.
Kolaborasi Multigenerasi dan Multidisiplin
Tim pengabdian ini terdiri dari para akademisi dan praktisi lintas bidang di FEB Unhas—mulai dari Prof. Dr. Nuraeni Kadir, M.Si., hingga Dr. Asty Almaida, SE., M.Si., yang membawa perspektif luas dalam menyentuh isu kewirausahaan perempuan. Mereka tidak bekerja sendiri. Mahasiswa dari berbagai jenjang juga aktif terlibat, di antaranya M. Iqbal, Viola Finanda, Bryan O. Chie Anli, dan lainnya, yang menghadirkan semangat muda dan daya dorong implementatif di lapangan.
Menariknya, sinergi ini juga diperkuat oleh tim KKN Universitas Almarisah Madani yang membantu dalam kegiatan teknis dan koordinasi dengan masyarakat—sebuah contoh baik dari model co-creation pengabdian lintas kampus.
Dari Dapur ke Pasar, dari Ide ke Usaha
Kegiatan ini tak berhenti di ruang pelatihan. Ia dirancang sebagai awal dari ekosistem kecil kewirausahaan perempuan. Tiram bukan lagi sekadar hasil tangkap, tetapi bisa menjadi ikon produk khas Barru jika diolah dengan inovasi, keterampilan, dan visi.
Sebagaimana disampaikan oleh Dr. Wahda, program ini diharapkan mampu “membangun kepercayaan diri perempuan pesisir untuk menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, kreatif, dan berdaya saing, tanpa meninggalkan kearifan lokal.”
Dalam lanskap ekonomi yang makin kompetitif, kekuatan masa depan bisa lahir dari dapur sederhana di pesisir Barru—asal didukung dengan ilmu, keberanian, dan kolaborasi. (*)
Editor: Tipoe Sultan
Tidak ada komentar