Kategori
Konawe

Air Melimpah, Tapi Petani di Konawe Kekeringan

Foto Ilustrasi

Konawe, katasulsel.com — Sawah luas terbentang. Tapi kering. Retak-retak. Seperti belum tersentuh air berbulan-bulan.

Padahal, tak jauh dari sana, Bendungan Ameroro berdiri megah. Resmi diresmikan Presiden Joko Widodo tahun 2024 lalu.

Tapi, buat petani di Desa Ameroro, bendungan itu seperti pajangan. Airnya tak mengalir ke sawah mereka.

143 hektar sawah di Desa Ameroro, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sultra, terancam gagal panen.

Musim tanam sudah lewat, tapi tanah masih kering. Banyak yang bahkan belum mulai menggarap. Petani pusing. Tanpa air, sawah tak bisa ditanami.

Masalahnya? Air dari bendungan tak sampai ke area persawahan.

Tiga kelompok petani pemakai air (P3A) di desa itu, yaitu Sumber Rejeki, Saromase, dan Humboto, hanya bisa gigit jari.

Jarak bendungan ke sawah mereka cuma tiga kilometer, tapi airnya seperti enggan datang.

Petani yang punya modal lebih, coba bertahan. Mereka menyedot air buangan dari sawah lain pakai mesin.

Lalu dialirkan ke sawah sendiri. Tapi, cara ini butuh biaya ekstra. Sewa mesin, beli solar, semua pakai uang. Petani yang kepepet? Mereka hanya bisa berharap.

Astamar, salah satu petani di sana, mengaku tetap kesulitan meski sudah menyedot air. “Air sedotan itu nggak cukup buat sawah kami. Masih kurang,” keluhnya, Senin lalu.

Asman, seorang pengamat di Ameroro, menyebut bangunan ukur ambang lebar di lokasi BAM satu sekunder Mamiri jadi biang kerok.

“Sebelum ada bangunan itu, air mengalir lancar. Sekarang? Buntu!” ungkapnya.

Para petani berharap ada solusi. Bangunan itu, kata mereka, harus dibuka agar air kembali mengalir ke sawah.

Kalau tidak? Sawah tetap kering, panen pun gagal. Bendungan Ameroro, yang seharusnya jadi penyelamat, malah jadi saksi bisu kesulitan petani.(*)

Kategori
Konawe

Rujab dan Mobdin Sudah Menanti Yusran Akbar-Syamsul Ibrahim di Konawe

Konawe, Katasulsel.com – Setelah melewati hari-hari penuh refleksi dan tempaan disiplin di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Bupati Konawe Yusran Akbar dan Wakil Bupati Konawe Syamsul Ibrahim resmi menuntaskan kegiatan Retret mereka, Kamis (27/2/2025).

Kegiatan ini diikuti oleh ratusan wakil kepala daerah lainnya, yang selama beberapa waktu “dikarantina” dalam atmosfer kebatinan dan kepemimpinan militer.

Dari informasi yang dihimpun, usai seluruh rangkaian kegiatan berakhir, keduanya dijadwalkan segera meninggalkan Magelang. Tak ada jeda panjang, Bupati dan Wakil Bupati akan langsung kembali ke Konawe untuk melanjutkan tugas-tugas pemerintahan yang telah menanti di depan mata.

Seperti penyambutan para jawara yang baru turun dari gelanggang, Pemkab Konawe tidak tinggal diam. Segala persiapan telah dirancang agar kepulangan sang pemimpin terasa istimewa.

Bukan sekadar seremoni belaka, tapi juga memastikan keduanya dapat langsung bekerja optimal.

Dua hal yang menjadi sorotan adalah rumah jabatan (Rujab) dan mobil dinas (Mobdin), yang telah disiapkan untuk mendukung mobilitas dan kenyamanan kerja mereka. Rujab tak sekadar bangunan, melainkan simbol dari pusat koordinasi dan kebijakan daerah.

Sementara itu, Mobdin bukan hanya alat transportasi, tapi juga kendaraan kepemimpinan yang akan membawa mereka berkeliling untuk menjemput aspirasi rakyat.

Retret di Akmil bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan kawah candradimuka bagi para kepala daerah. Sepulang dari sana, diharapkan ada semangat baru yang lebih segar, strategi yang lebih matang, serta mental kepemimpinan yang semakin kokoh.

Kini, semua mata tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil Yusran Akbar dan Syamsul Ibrahim sekembalinya ke Konawe. Apakah ada gebrakan baru? Atau justru ini menjadi titik tolak transformasi pemerintahan yang lebih progresif? Waktu yang akan menjawab. (*)

Kategori
Konawe

Sekejap Santai dan Petaka, Ombak Ganas Tewaskan Pengunjung di Konawe

Konawe, katasulsel.com – Laut tak pernah benar-benar ramah, apalagi saat murkanya datang tanpa aba-aba. Lima pengunjung Pantai Batugong, Tanjung Lalimbue, Kecamatan Kapoiala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, mendadak menjadi korban keganasan ombak pada Rabu (26/2/2025), sekira pukul 16.00 WITA.

Detik-detik mencekam itu terekam dalam video amatir berdurasi 25 detik yang segera beredar di media sosial. Layaknya adegan dalam film thriller, kelima korban tampak mandi di laut saat gerimis turun, sebelum tiba-tiba ombak ganas datang menyergap dan menyeret mereka ke tengah lautan.

Empat dari lima pengunjung beruntung bisa selamat dari cengkeraman arus yang menggila. Namun, satu orang lainnya tak seberuntung itu. Ia terus terseret, menjauh dari bibir pantai yang seharusnya menjadi tempatnya kembali berpijak.

Saat situasi semakin genting, datanglah harapan dalam bentuk kapal nelayan yang kebetulan melintas di sekitar lokasi. Bak pahlawan tanpa jubah, nelayan itu segera bergerak cepat melakukan evakuasi.

“Untung ada kapal lewat, da di tarik mi, kalau nda ada kapal tadi, hilang mi dia taseret di muara,” ujar seorang saksi mata, Widayati, dalam unggahan media sosialnya.

Namun, drama penyelamatan itu berakhir pilu. Korban yang sempat dievakuasi akhirnya mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Bhayangkara Kendari. Nyawanya tak lagi bisa diselamatkan, menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Sementara itu, Kapolsek Bondoala, IPDA Fuad Hasan, yang dikonfirmasi terkait insiden ini, belum memberikan keterangan hingga berita ini diturunkan.

Laut memang indah, tapi juga penuh misteri. Satu lengah saja, ia bisa berubah dari tempat rekreasi menjadi pusara tak bertanda. (*)

Kategori
Konawe

Pernyataan Mendes Yandri Menuai Kecaman di Konawe, Sultra

Konawe, Katasulsel.com — Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Yandri Susanto, yang menyinggung profesi jurnalis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menuai kecaman.

Mendes Yandri menyebut tulisan berita yang tidak akurat sebagai ‘Wartawan Bodrex’, dan menuding LSM hanya mencari-cari kesalahan Kepala Desa (Kades).

Atas pernyataan ini, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPD PPWI) Sulawesi Tenggara (Sultra), La Songo, mendesak Mendes Yandri untuk meminta maaf kepada insan pers dan LSM di seluruh Indonesia.

“Pernyataan Mendes Yandri bisa masuk kategori tindakan yang menghambat kemerdekaan pers serta melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers,” tegas La Songo.

Ia menilai, Mendes Yandri seharusnya menggunakan istilah ‘oknum’ ketika menuduh salah satu profesi yang dianggap sedang bermasalah, bukan istilah “wartawan bodrex”.

La Songo juga menekankan pentingnya upgrade pengetahuan dan etika seorang pejabat pemerintahan. “Etika jauh lebih di atas segalanya dari pada ilmu pengetahuan,” ujarnya.

La Songo juga menyoroti pernyataan Mendes Yandri yang menyinggung LSM, menegaskan bahwa LSM merupakan lembaga kontrol sosial yang diakui secara hukum.

PPWI mendesak Mendes Yandri untuk meminta maaf atas pernyataannya yang dinilai merendahkan profesi jurnalis dan LSM. (*)

Laporan: Queto Agatha