
Sultra, Katasulsel.com — Sultra memanas. Ratusan warga Kecamatan Wonggeduku resmi melaporkan H. Abdul Ginal Sambari, S.Sos., M.Si—atau akrab disapa Ginal—ke Polda Sulawesi Tenggara (Sultra). Tudingannya berat: yakni dugaan penipuan, penggelapan, hingga dugaan penguasaan lahan sawit secara ilegal.
Laporan itu dilayangkan lewat kuasa hukum mereka, Adv. Aspin, SH., MH, Senin (24/2/2025).
“Hari ini kami resmi mengadukan dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan Ginal. Ada indikasi pasal 378 KUHP (Penipuan) dan 372 KUHP (Penggelapan),” tegas Aspin usai membuat laporan di Polda Sultra.
Plasma sawit—konsep kemitraan antara perusahaan dan petani—seharusnya menguntungkan kedua belah pihak.
Sayangnya, warga Wonggeduku justru merasa dikecoh. Menurut laporan, lahan mereka dikelola oleh PT. Surja Jaya Arrindo Perkasa dengan sistem bagi hasil: 20% untuk warga, 80% untuk perusahaan.
Kronologinya, sejak 2010, warga sepakat menyerahkan lahan mereka untuk ditanami sawit oleh perusahaan tersebut.
Tahun 2011, sawit mulai ditanam. Panen pertama terjadi 2021, dengan pembayaran dilakukan empat kali hingga 2022. Namun, sejak 2023, pembayaran terhenti. Warga pun bertanya-tanya: ke mana hasil panen sawit mereka?
“Kami menduga ada pemalsuan surat tanah dan penggelapan hak atas tanah oleh Ginal. Ia mendirikan koperasi sebagai mitra perusahaan, tapi justru malah menguasai hak warga,” ungkap Aspin.
Tak hanya Ginal, PT. Surja Jaya Arrindo Perkasa juga disorot.
Perusahaan ini diduga menerima hasil panen dari koperasi bentukan Ginal tanpa transparansi kepada pemilik lahan. Menurut Adv. Risnawati, SH, masyarakat telah kehilangan haknya.
“Pada tahun 2021 dan 2022, warga masih menerima pembayaran. Tapi sejak 2023, tak ada lagi uang yang diterima. Padahal, sawit tetap dipanen. Ke mana hasilnya?” tanya Risnawati.
Menurutnya, kasus ini bukan sekadar perkara hukum, tapi juga keadilan bagi masyarakat. “Keperdataan ini harus didudukkan dulu. Kalau belum jelas, hak masyarakat tetap berlaku!” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Ginal belum memberikan tanggapan terkait laporan ini. Kasus ini pun menjadi sorotan di Sultra. Warga menuntut kejelasan dan keadilan atas hak mereka.
Apakah ini skema bisnis yang dibalut janji manis atau memang ada permainan kotor? Publik menanti kelanjutan kasus ini. Polda Sultra kini di bawah sorotan, akankah mereka menindak tegas? (*)
Laporan: Queto Agatha
Tinggalkan Balasan