
Buton Utara, Katasulsel.com — Benteng Bangkudu, salah satu cagar budaya yang menjadi warisan sejarah Kabupaten Buton Utara (Butur), kini terancam akibat dugaan aktivitas galian liar yang diduga dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab.
Fenomena ini mencuat di tengah masyarakat dan menjadi polemik yang menuntut respons cepat dari pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil investigasi di lokasi, Senin (17/2), aktivitas galian ilegal ini telah memasuki kawasan cagar budaya, merusak struktur talut yang membatasi Benteng Bangkudu dengan jalan raya.


Tindakan ini bukan sekadar perusakan aset daerah, tetapi juga ancaman serius terhadap situs bersejarah yang memiliki nilai strategis bagi identitas budaya masyarakat Kulisusu.
Benteng Bangkudu sendiri terletak di Kecamatan Kulisusu dan telah berstatus sebagai cagar budaya tingkat nasional.

Dengan demikian, setiap bentuk perusakan atau eksploitasi di dalam kawasan ini berpotensi melanggar hukum, baik dalam lingkup pidana maupun regulasi perlindungan budaya.
Dari sisi hukum, perusakan cagar budaya ini melanggar Pasal 406 KUHP, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan atau denda Rp4,5 juta.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya memberikan sanksi lebih berat, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Di sektor pertambangan, aktivitas galian liar tanpa izin resmi dari pemerintah daerah jelas masuk dalam kategori ilegal dan melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jika terbukti, pelaku dapat dijerat dengan pidana tambahan akibat eksploitasi tanpa analisis dampak lingkungan (AMDAL) serta perusakan ekosistem kawasan konservasi.
Dampak dari aktivitas ini tidak hanya merugikan secara hukum, tetapi juga dari aspek lingkungan dan sosial.
Erosi tanah, ketidakseimbangan ekologi, serta berkurangnya daya tarik wisata sejarah adalah konsekuensi nyata yang mengancam masa depan Benteng Bangkudu.
Seperti kanker yang menggerogoti tubuh dari dalam, kerusakan ini bisa menjadi awal kehancuran nilai sejarah jika tidak segera ditindak.
Menanggapi isu ini, Camat Kulisusu, Sukman Tarima, menyatakan bahwa masyarakat telah menyampaikan keluhan terkait aktivitas tersebut.
Pihaknya berjanji akan melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan siapa pihak yang bertanggung jawab serta mengambil langkah konkret dalam menyikapi situasi ini.
“Saya akan telusuri lebih jauh kebenarannya dan segera memanggil pihak yang melakukan galian tersebut. Jika terbukti ada pelanggaran, maka langkah tegas harus diambil sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ujar Sukman melalui pesan WhatsApp pada Senin (17/2).
Selain itu, ia juga akan berkoordinasi dengan dinas terkait guna memastikan status cagar budaya Benteng Bangkudu dalam skala nasional. Langkah ini penting untuk memperkuat dasar hukum perlindungan situs bersejarah tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak berwenang masih berupaya mengidentifikasi pelaku utama dari aktivitas galian liar ini.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber terpercaya, material hasil galian diduga dijual kepada masyarakat secara ilegal, meski berasal dari kawasan yang seharusnya dilindungi.
Perlindungan dan pelestarian Benteng Bangkudu bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi juga masyarakat dan stakeholder terkait. Jika tidak ada tindakan cepat dan tegas, kita bukan hanya kehilangan situs bersejarah, tetapi juga mencederai nilai-nilai budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Masyarakat Kulisusu, pegiat budaya, dan aparat penegak hukum diharapkan dapat bersinergi untuk mengatasi persoalan ini sebelum semakin meluas.
Layaknya benteng pertahanan yang rapuh jika terus dibiarkan terkikis, Benteng Bangkudu membutuhkan perisai hukum dan kepedulian kolektif agar tetap tegak berdiri sebagai saksi bisu peradaban di Buton Utara.(*)
Tinggalkan Balasan