Example 650x100

Kolaka, Katasulsel.com — Di tengah atmosfer tropis pesisir Kolaka yang hangat namun sarat pesan ekologis, Gubernur Sulawesi Tenggara, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, secara resmi membuka Rapat Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2025 di Hotel Sutan Raja, Jumat (25/4/2025).

Momentum ini bukan sekadar seremoni birokrasi, melainkan penanda keseriusan provinsi dalam menjawab tantangan planetary boundaries—batas daya dukung bumi yang kian tertekan.

Mengusung tema “Inovasi Kolaboratif Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan untuk Indonesia Emas 2045,” kegiatan ini menjadi titik temu antara sains, kebijakan, dan etika kolektif.

Di hadapan para pemangku kepentingan dari seluruh kabupaten/kota di Sultra, Gubernur menegaskan bahwa isu lingkungan tidak lagi bisa ditanggapi dengan narasi normatif, melainkan dengan tindakan konkret yang bersifat transformatif dan lintas sektoral.

Dalam pidatonya, Gubernur menyuarakan tiga krisis utama yang kini mengancam keberlangsungan biosfer: perubahan iklim sebagai manifestasi ketidakseimbangan carbon cycle, degradasi kualitas lingkungan akibat polusi kimia, serta akumulasi timbulan sampah yang telah menjelma menjadi anthropogenic pressure serius.

Semua itu, menurutnya, hanya bisa ditanggulangi dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha dalam satu semangat environmental stewardship.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional 2024, Sultra menghasilkan 185.119 ton sampah per tahun, dengan 60,9% bersumber dari rumah tangga. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan indikator perlunya pendekatan yang lebih sistemik dan berbasis circular economy.

Gubernur pun menekankan urgensi perumusan regulasi yang bersifat adaptif, roadmap pengelolaan yang responsif terhadap konteks lokal, serta pentingnya policy innovation dari para kepala daerah.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengangkat kembali Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tertanggal 7 Februari 2025 yang mendorong penguatan infrastruktur pengelolaan seperti TPS3R dan bank sampah.

Bagi Gubernur, dokumen itu harus dibaca sebagai regulatory nudge—dorongan normatif yang bertujuan mengakselerasi perubahan perilaku di tingkat komunitas dan pemerintahan lokal.

Lebih dari itu, ia mengajak audiens untuk melakukan paradigm shift dalam memandang sampah, bukan lagi sebagai beban ekologis, melainkan sebagai urban resource yang berpotensi menggerakkan ekonomi sirkular dan membuka lapangan kerja baru.