
Sidrap, katasulsel.com — Musyawarah Tudang Sipulung (MTS) Terpadu Kabupaten Sidenreng Rappang tahun 2025 membuka babak baru dalam dialektika pembangunan agraria di Sulawesi Selatan.
Tidak lagi terselenggara dalam ruang konvensional seperti Aula Kantor SKPD, perhelatan ini justru digelar di lanskap terbuka Danau Sidenreng—sebuah situs geografis dan historis yang menyimpan narasi kolektif masyarakat Bugis.
Keputusan ini menandai perubahan paradigma: dari formalitas administratif ke pendekatan simbolik dan reflektif, menyatukan elemen ekologis, historis, dan teknokratis.
Bupati H. Syaharuddin Alrif, Selasa, 29 April 2025, menekankan pentingnya dimensi filosofis dalam pemilihan lokasi. Baginya, Danau Sidenreng bukan sekadar tempat, tetapi locus genesis kebudayaan Sidenreng Rappang.
Dalam ungkapan lokal “sidenreng renreng,” tercermin nilai kohesi dan kesinambungan yang kini ditransformasikan menjadi visi strategis daerah: swasembada pangan nasional. Pernyataan ini bukan retorika kosong, melainkan komitmen terhadap implementasi Integrated Planting System berbasis sistem Intensifikasi Pertanian 300 (IP 300)—yakni pola tanam tiga kali dalam setahun sebagai akselerator peningkatan produktivitas.
Pada tahun 2024, Sidrap mencatatkan produksi gabah kering sebesar 440 ribu ton dari total luas lahan 52 ribu hektare.
Kini, melalui intervensi agroteknologi, perbaikan irigasi, dan dukungan regulasi lintas sektoral, pemerintah menargetkan lonjakan produksi menjadi lebih dari 1 juta ton. Ini bukan sekadar peningkatan kuantitatif, melainkan transformasi struktural dalam sistem produksi pangan berbasis sustainable intensification.
Syaharuddin juga mengartikulasikan pentingnya transendensi sikap pesimistis, menggantinya dengan kultur collective efficacy. Sinergi lintas elemen seperti penyuluh, kelompok tani, pemerintah desa, hingga sektor swasta, dianggap sebagai kunci pembentuk ekosistem pertanian tangguh.
Penegasan ini diperkuat oleh kehadiran Kepala Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian Kementerian Pertanian RI, Prof. Dr. Fadjry Djufry, yang memberikan afirmasi ilmiah terhadap kesiapan Sidrap menerapkan IP 300 secara serentak—sebuah inisiasi yang belum pernah dicapai oleh kabupaten manapun di Indonesia.
Prof. Fadjry menilai bahwa Sidrap bukan sekadar pelaksana teknis, tetapi juga benchmark region dalam inovasi agrikultur.
Ia bahkan telah menyampaikan kepada Menteri Pertanian agar memberikan perhatian khusus, sebab keberhasilan Sidrap akan menjadi case study nasional dalam reformasi ketahanan pangan. Potensi kedatangan Presiden RI pun disebut sebagai bentuk apresiasi tertinggi jika target dapat direalisasikan.
Acara MTS 2025 bukan hanya forum deliberasi, tetapi juga ajang rekognisi bagi aktor-aktor lapangan. Penghargaan diberikan kepada para petani, penyuluh, kepala balai, POPT, KTNA, dan juru pengairan teladan.
Selain itu, distribusi alat dan mesin pertanian (alsintan), sesi dialog interaktif, hingga pengundian hadiah menjadikan forum ini sebagai wadah integratif antara sains, kebijakan, dan komunitas.
Dengan hadirnya akademisi seperti Guru Besar Fakultas Pertanian Unhas, pejabat Pemprov Sulsel, unsur Forkopimda, serta partisipasi struktural dari DPRD, OPD, dan institusi vertikal lainnya, Musyawarah Tudang Sipulung 2025 tampil bukan sekadar sebagai seremoni tahunan, tetapi manifestasi dari governance agraris yang inklusif dan berkelanjutan.
Sidrap tidak sedang membangun pertanian, ia sedang membangun peradaban pangan. (edybasri)
Tinggalkan Balasan