Example 650x100

Makassar, Katasulsel.com – Ada pasar gelap. Tapi ini bukan tentang narkoba. Bukan juga senjata. Ini tentang STNK dan plat nomor. Komoditas palsu. Dijual murah. Digunakan untuk kelabuhi hukum.

Polda Sulawesi Selatan membongkar jaringan pemalsuan surat kendaraan bermotor. Jaringan ini terstruktur. Terorganisir. Dan memanfaatkan celah administratif. Seolah-olah sistem bisa ditipu.

Dalam konferensi pers di Mapolda Sulsel, Kamis siang, Dirreskrimum Kombes Pol Setiadi Sulaksono bersama Kabid Humas Kombes Pol Didik Supranoto mengungkap dua skenario kriminal yang tengah diselidiki.

Tiga pelaku. AS (53), MLD (23), SYR (47). Mereka “memodifikasi” STNK motor yang telah kedaluwarsa. Tujuannya? Menghindari penarikan kendaraan kredit macet. Triknya sederhana. Ganti data identitas. Cetak ulang STNK. Jual. Hanya sejuta rupiah per lembar.

Modus ini dikenal dalam dunia kriminologi sebagai document simulation. Proses di mana dokumen asli disalin dan dimanipulasi dengan perangkat elektronik.

Barang bukti? Tiga motor. Satu laptop. Printer. Dan STNK palsu yang nyaris tak bisa dibedakan dari aslinya.

Level berikutnya. Empat tersangka: AR (45), IS (43), GSL (37), DT (50). Modus lebih canggih. Mereka menggunakan teknik digital imaging. Aplikasi photoshop. Untuk memalsukan STNK mobil dan TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor).

Harga jual lebih tinggi. Antara Rp 1,8 juta hingga Rp 2,5 juta per unit. Mereka bahkan membuat plat nomor dari bahan non-standar. Tidak terdaftar. Tidak tercatat. Ilegal.

Tidak berhenti di situ. Tersangka juga menghilangkan perangkat GPS kendaraan. Untuk lepas dari pengawasan leasing. Ini disebut device evasion, strategi kriminal yang kini mulai jamak di dunia pembiayaan.

Barang bukti yang diamankan: 8 mobil, 6 motor, 4 STNK palsu, dan berbagai alat bantu pemalsuan digital.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan sistemik yang merusak tatanan hukum kendaraan kita,” tegas Kombes Pol Didik Supranoto.

Ia menyebut pemalsuan dokumen kendaraan sebagai bentuk kriminalitas yang bisa berdampak sistemik: dari tindak pidana penipuan, penggelapan kendaraan, hingga potensi tindak lanjut dalam jaringan pencucian uang (money laundering).

Para pelaku dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pemalsuan surat, serta Pasal 55 dan 56 KUHP sebagai pihak yang turut serta dan membantu. Ancaman hukuman: 6 tahun penjara.

Apa yang terjadi di Sulsel hanyalah potret kecil. Fenomena STNK palsu adalah anomali yang lahir dari kombinasi antara kelalaian administratif dan kebutuhan ekonomi. Ketika hukum bisa “diubah” lewat printer dan software, saat itulah negara perlu hadir—dengan tegas, tanpa kompromi.