Example 650x100

Wajo, Katasulsel.com  — Dalam suatu peristiwa yang mencerminkan praksis demokrasi deliberatif, Liga Mahasiswa dan Pemuda Kabupaten Wajo bersama elemen tokoh masyarakat menggelar aksi damai artikulatif di Gedung DPRD Wajo, Jumat (2/5).

Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, tetapi manifestasi dari kontrol sosial terhadap layanan publik yang dinilai mengalami stagnasi dan inefisiensi struktural.

Fokus utama dari pernyataan kolektif tersebut mencakup persoalan krusial: ketidakefektifan sistem distribusi air bersih oleh PDAM, anomalinya pungutan pajak penerangan jalan umum (PPJU), maladministrasi dalam pendistribusian gas elpiji, serta kebutuhan akan sistem manajemen sampah yang lebih berkelanjutan dan berdaya guna dalam kerangka program “Wajo Lumbung Sampah.”

Tri Wahyu Wiranda, Koordinator Liga Mahasiswa dan Pemuda Kabupaten Wajo, dalam pidatonya menekankan pentingnya asas transparansi fiskal dan akuntabilitas publik. Ia menguraikan bahwa masih terdapat disparitas antara pungutan pajak dan output pelayanan yang dirasakan masyarakat di lapangan.

“Secara normatif, pemungutan pajak harus disertai dengan asas keadilan distributif. Namun pada kenyataannya, PPJU tetap dipungut meskipun lampu jalan di banyak wilayah tidak berfungsi. Ini adalah bentuk distorsi fiskal,” ujar Tri.

Ia juga menyoroti urgensi dilakukannya legal audit forensik terhadap BUMD dan Perusda, khususnya terhadap PT Energy Equity Epic (Sengkang) dan entitas pengelola gas City Has Patila Pammana, yang selama ini dinilai belum menerapkan prinsip open government.

“Kami mendesak dilakukannya audit komprehensif dengan pendekatan transparansi anggaran berbasis evidence. Dari input, throughput, hingga output keuangan, semuanya harus bisa ditelusuri secara publik,” tambah Tri dalam pernyataan argumentatifnya.

Dalam aksi yang merepresentasikan public sphere tersebut, partisipasi masyarakat dari berbagai kecamatan—Patila, Tempe, dan Gilereng—menjadi bentuk nyata dari civil engagement terhadap kebijakan publik yang dianggap tidak pro-rakyat.

Menanggapi aspirasi tersebut, Andi Rustam, yang memimpin forum dengar pendapat bersama anggota dewan lainnya, Amran dan Andi Aklam Darakuti, menyampaikan bahwa lembaga legislatif akan mengkaji dan merekomendasikan solusi berbasis regulasi dan partisipasi warga.

“Aspirasi ini akan kami teruskan secara institusional, dan kami pertimbangkan untuk menggunakan basis verifikasi data berbasis NIK atau KTP agar setiap tuntutan memiliki validitas demografis yang kuat,” ujarnya.

Aksi damai ini tidak sekadar menjadi ekspresi resistensi, namun menandai pentingnya kesadaran politik warga dalam menuntut tatanan layanan publik yang berbasis pada prinsip efisiensi administratif, etika sosial, dan demokrasi substantif.(sose)