
Di balik lebatnya hutan tropis dan sejuknya angin pegunungan Latimojong, tersimpan sebuah mahakarya alam yang kini menjelma menjadi pusat relaksasi dan rekreasi berbasis sains: Taman Wisata Alam (TWA) Lejja. Kawasan ini bukan hanya sekadar destinasi, tapi titik temu antara geologi, ekologi, dan psikologi wisata modern.
Laporan: Edy Basri
BERADA dalam kawasan konservasi yang dikelola secara profesional, TWA Lejja menghadirkan pengalaman thermo-tourism—wisata yang memanfaatkan sumber daya panas bumi sebagai atraksi utama.
Pemandian air panas alami dengan suhu rata-rata 60°C menjadi magnet bagi pengunjung dari seluruh penjuru Sulawesi, bahkan luar pulau. Tak sekadar berendam, wisatawan merasakan terapi tubuh dan jiwa dalam suasana yang steril dari polusi, hiruk-pikuk, dan stres urban.
Wisata Berbasis Ilmu: Relaksasi Bertemu Rejuvenasi
Fenomena air panas di Lejja berasal dari aktivitas hidrotermal bawah tanah. Kandungan mineral seperti sulfur, kalsium, dan magnesium larut dalam air, menghasilkan efek terapeutik yang sudah diakui dalam literatur balneotherapy—pengobatan melalui mandi air panas.
Banyak pengunjung mengaku keluhan nyeri otot, insomnia, hingga stres kronis membaik usai satu atau dua kali kunjungan.
Pengalaman ini menjadikan TWA Lejja sebagai bentuk well-being tourism—pariwisata yang tidak hanya menyenangkan tetapi juga menyembuhkan.
“Berendam di Lejja rasanya seperti di-reset ulang. Badan segar, pikiran ringan,” ujar Yulianti, seorang guru asal Palopo yang rutin berkunjung tiap libur semester.
Kepuasan Tak Sekadar Layanan, Tapi Juga Atmosfer
Menurut survei kepuasan pengunjung tahun 2024, TWA Lejja mencatat skor CSI (Customer Satisfaction Index) sebesar 78,88%, dengan indikator tertinggi pada aspek kebersihan, keramahan petugas, dan kenyamanan lingkungan.
Rata-rata wisatawan bahkan menyatakan niat untuk kembali, menciptakan siklus loyalitas yang kuat.
Uniknya, banyak pengunjung tak hanya datang untuk berendam, tapi juga untuk menikmati atmosfer alam. Dengan vegetasi lebat, udara lembab, dan suara alam yang natural, kawasan ini menjadi laboratorium alami untuk forest bathing—praktik relaksasi yang populer di Jepang sebagai “Shinrin-yoku.”
Desain Ruang yang Terintegrasi, Ramah untuk Semua
Fasilitas di TWA Lejja kini tak hanya fungsional, tapi juga adaptif. Gazebo yang dirancang secara modular, kolam bertingkat untuk pengunjung keluarga dan penyandang disabilitas, serta jalur interpretative trail memperlihatkan bahwa tempat ini mengadopsi prinsip universal design in tourism.
Dukungan fasilitas juga makin memadai: lahan parkir luas, ruang ganti bersih, pusat informasi digital, dan toilet dengan sistem sanitasi ramah lingkungan. Bahkan, area foto Instagramable yang dipadukan dengan elemen edukasi menjadikan tempat ini inklusif bagi wisatawan segala usia dan kebutuhan.
Potensi Ekowisata dan Pariwisata Edukatif
Pengelola tidak berhenti pada layanan dasar. Kini, TWA Lejja mulai merancang kawasan edukatif tentang ekosistem air panas, flora endemik, dan pengelolaan kawasan konservasi.
Program voluntourism dan student research camp tengah disiapkan, menjadikan Lejja sebagai pusat pembelajaran terbuka berbasis wisata.
“Kami ingin Lejja tidak hanya dikenal sebagai tempat berendam, tapi juga sebagai laboratorium terbuka untuk belajar tentang alam, kesehatan, dan budaya,” ungkap Muhammad Jufri, Direktur Utama PT Lamataesso Mattappaa, pengelola TWA Lejja.
Lejja dan Masa Depan Pariwisata Sulsel
Jika ditarik garis besar, TWA Lejja telah memenuhi banyak elemen dalam Global Sustainable Tourism Criteria (GSTC): konservasi, pemberdayaan masyarakat, pengalaman autentik, dan ekonomi lokal. Ia bukan hanya destinasi, tapi model pengelolaan wisata berbasis keseimbangan antara manusia dan alam.
Dengan dukungan regulasi, promosi digital, serta kolaborasi bersama pemerintah daerah dan komunitas, Lejja berpeluang menjadi national leading thermal ecotourism site dari Sulawesi Selatan.
Guys…Lejja, Lebih dari Sekadar Wisata
Bagi mereka yang lelah dengan gemerlap wisata buatan dan polusi digital, TWA Lejja menawarkan keaslian yang menyentuh. Tempat ini mengajarkan kita bahwa relaksasi sejati tidak harus mahal, dan penyembuhan tidak selalu dari obat.
Lejja adalah tempat untuk pulih, untuk menemukan kembali ritme hidup, dan untuk terhubung dengan alam yang bersahabat.
Datang, rasakan, dan kembali—karena sekali Lejja, selalu ingin kembali.(*)
Tinggalkan Balasan