
Di tengah lanskap karst dan rimba tropis Kabupaten Soppeng, berdiri sebuah magnet ekowisata yang tak hanya memanjakan mata, tapi juga menyembuhkan jiwa: Taman Wisata Alam Lejja. Bukan sekadar pemandian air panas biasa—Lejja kini menjelma menjadi wellness destination berbasis keunikan geotermal.
Laporan: Edy Basri
DALAM dunia kepariwisataan, tempat seperti ini disebut therapeutic tourism site. Unsur utamanya? Air panas alami dengan kandungan sulfur tinggi yang bersumber langsung dari rekahan geologis bumi.
Suhunya stabil di atas 60 derajat Celsius, ideal untuk terapi otot dan relaksasi mental. Wisatawan menyebutnya “spa alami tanpa batasan dinding.”
“TWA Lejja bukan cuma destinasi, tapi tempat untuk rejuvenasi,” ungkap Darwis, salah satu pengunjung asal Makassar yang telah berkunjung lima kali sepanjang tahun ini.
Kepuasan Tinggi, Loyalitas Tinggi
Data terakhir dari Tourism Satisfaction Monitoring menunjukkan angka CSI (Customer Satisfaction Index) TWA Lejja tembus 78,88%—angka yang tergolong sangat memuaskan di sektor natural attraction-based tourism.
Wisatawan tidak hanya datang, tapi kembali dan membawa teman.
Faktor-faktor kepuasan utama? Kebersihan, keramahan tourism service provider, serta atmosfer alami yang tidak dikomersialisasi berlebihan. Ini yang disebut destination authenticity—sebuah nilai yang kini langka di destinasi wisata populer.
Instagramable, Tapi Tetap Edukatif
Buat generasi Z dan milenial, Lejja tetap relevan. Zona foto di kawasan pemandian, jembatan kayu, dan kabut alami dari uap air menjadikannya tempat berburu konten visual yang estetik.
Namun, di sisi lain, Lejja juga menyisipkan fungsi interpretasi lingkungan lewat papan edukatif, mengenalkan geologi dan ekosistem setempat.
Tak heran, TWA Lejja mulai digolongkan sebagai experiential tourism destination—tempat wisata yang mengajak pengunjung engage secara emosional dan intelektual.
Lejja, Simpul Ekowisata Sulsel
Posisi Lejja dalam peta pariwisata Sulsel sangat strategis. Ia menjadi pertemuan antara aspek konservasi (conservation-based tourism), edukasi, dan hiburan (recreational tourism).
Jika dikelola konsisten, Lejja berpotensi menjadi flagship destination berbasis air panas di Kawasan Timur Indonesia.
“Kami ingin mempertahankan identitas hijau Lejja, sambil tetap inovatif,” kata Muhammad Jufri, Direktur Utama PT Lamataesso Mattappaa, pengelola kawasan.
Upaya pelestarian ekosistem Lejja bahkan didukung prinsip sustainable tourism—yakni menjaga daya dukung lingkungan sambil tetap mengembangkan ekonomi lokal. Satu langkah kecil dengan dampak besar.
Lejja, Di Atas Rata-rata
TWA Lejja bukan destinasi biasa. Ia adalah model sukses dari integrasi antara healing environment, edukasi, dan layanan berstandar tinggi. Di tengah gempuran wisata buatan yang instan dan artifisial, Lejja tetap setia pada esensinya: alami, sehat, dan membahagiakan.
Lejja bukan sekadar tempat berendam. Ia adalah tempat kembali—kembali pada ketenangan, kesehatan, dan keseimbangan. (*)
Tinggalkan Balasan