Kategori
Sidrap

Warga Sidrap ‘Murka’, Tambang PT Lond..Diduga Tak Taat Aturan

Sidrap, katasulsel.com – Aktivitas tambang galian C yang dikelola oleh PT. Londorundu di Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, terus menuai kritik tajam dari masyarakat.

Bukannya membawa manfaat sesuai asas pertambangan yang diatur dalam UU RI No.03 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No. 04 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, keberadaan tambang ini justru menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan dan keselamatan pengguna jalan.

Lokasi tambang yang berada tepat di pinggir jalan poros Parepare-Sidrap menciptakan masalah baru bagi lalu lintas.

Material tanah yang meluber ke jalan memperbesar risiko kecelakaan, terutama saat musim hujan. Tanah basah yang terbawa air hujan menjadikan jalan licin dan sulit dikendalikan, terutama bagi pengendara roda dua.

Selain itu, antrean panjang dump truck pengangkut material menambah sesak ruas jalan, terutama di tikungan tajam yang rawan insiden fatal.

Keadaan ini jelas bertentangan dengan prinsip keselamatan dan keberlanjutan yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam operasional pertambangan.

Tidak hanya berdampak pada infrastruktur jalan, tambang ini juga berpotensi merusak ekosistem sekitar.

Stabilitas tebing sungai di dekat lokasi tambang terancam akibat pengerukan berlebihan, meningkatkan risiko longsor dan pelebaran sungai.

Hal ini semakin diperparah oleh minimnya langkah mitigasi dari pihak perusahaan dalam menangani dampak negatif yang ditimbulkan.

Menurut pegiat lingkungan, Ardiansyah, keberadaan tambang ini perlu dievaluasi secara menyeluruh mengingat dampaknya yang semakin luas.

Kategori
Sultra

Menunjang Swasembada Energi Presiden Prabowo, Aktivis Desak Kementerian ESDM Cabut Izin Pertambangan di Sultra

Sultra, Katasulsel.com — Hutan-hutan Sulawesi Tenggara semakin gundul. Sungai-sungai keruh, tanah longsor mengancam. Di balik itu, praktik pertambangan ilegal terus berlangsung tanpa kendali. Keuntungan hanya dinikmati segelintir orang, sementara rakyat kebagian dampak buruknya: lingkungan rusak, ekonomi daerah terkuras, dan konflik sosial mengintai.

Aktivis dan pemerhati lingkungan kembali bersuara. Mereka menyoroti ratusan perusahaan tambang nikel di Sultra yang selama ini abai terhadap kewajibannya. Reklamasi tak dilakukan, daerah aliran sungai (DAS) tak diperbaiki, dan pengelolaan lingkungan sekadar formalitas.

La Songo, Ketua DPD Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sultra, baru-baru ini meninjau lokasi pascatambang. Ia menemukan banyak pelanggaran yang mencolok.

“Kami sangat terkejut dengan praktik-praktik pertambangan yang ternyata jauh dari standar yang seharusnya,” ujar La Songo dalam rilisnya, Rabu (29/1/2025).

Ia menegaskan bahwa banyak perusahaan tambang di Sultra tak layak lagi beroperasi. Mereka mengabaikan kewajiban reklamasi dan membiarkan kerusakan lingkungan yang berujung bencana saat musim hujan. Pengawasan yang lemah menjadi celah bagi perusahaan untuk bertindak di luar aturan.

“Kami menantang Kementerian ESDM untuk tidak lagi sembarangan memberikan RKAB kepada perusahaan yang tak patuh. Jika perlu, cabut izinnya!” tegas La Songo.

Ketua Lembaga Pemerhati Pembangunan & Anti Korupsi Sultra (LPPK-Sultra), Karmin, SH, juga mendesak ketegasan dari Kementerian ESDM. Ia menyoroti minimnya sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan reklamasi pascatambang.

“Kementerian ESDM seharusnya tidak lagi memberikan kuota RKAB kepada perusahaan yang abai terhadap kewajibannya. Jika masih diberikan, patut diduga ada permainan antara perusahaan dan pihak terkait,” ungkap Karmin.

Lanjut hal 2..

Kategori
Sultra

PT GKP Dinilai Menggali Lubang Hukum Sendiri, Warga Wawaoni, Konawe Kepulauan Tagih Tindakan Tegas

Konawe Kepulauan, katasulsel.com — PT. Gema Kreasi Perdana diduga tak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang mencabut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) perusahaan yang melakukan Operasi di Kepulauan Wawoni.

Polemik Pertambangan PT.GKP Dan Warga Lokal Wawonii Kembali Memanas, Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi Pejuang 45 Sulawesi Tenggara Turut Merespon.

Ketua, Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi (DPD LAKI) sekaligus Ketua laskar Pejuang 45 Sulawesi Tenggara, Rahmat melalui wakil II, Kahar Musakkar, mengatakan PT. Gema Kreasi Perdana (GPK) Merupakan Perusahaan yang Bergerak dibidang Pertambangan kembali Menjadi sorotan di Kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara yaitu Sejumlah LSM, Aktivis dan Masyarakat Lokal Wawaoni, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggar (Sultra).

Konflik antara PT.GKP Dan Masyarakat Lokal Wawonii telah berlangsung lama, dipicu masyarakat penduduk lokal wawonii yang telah mendiami pulau kecil itu berpuluh puluh bahkan ratusan tahun, lalu dengan modal investasi, sehingga Pulau di provinsi Sulawesi tenggara (Wawoni) akan di Jamah untuk di eksploitasi oleh PT.GKP.

Dengan Nada datar namun Tegas, Kahar Musakkar, menjelaskan, Saat ini telah diketahui bahwa, IJIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN (IPPKH) PT GKP yang beroperasi di Wawoni, Sesuai putusan Pengadilan Tinggl Tata Usaha Negara, Dan diperkuat Putusan Kasasi Mahkamah Agungt, yang telah mencabut ijin perusahaan tersebut,

Alih alih mematuhi putusan pemerintah, pihak perusahaan PT.GKP tetap ngotot dan terkesan melawan Putusan Pemerintah melalui Putusan pengadilan MK, perusahaan PT GKP tersebut masih melakukan aktivitas pertambangan, Geramnya.

Pemerintah wajib bersikap tegas dan memberikan Sangsi Tegas bagi perusahaan tambang PT GKP,
yang tidak mengindahkan Putusan Pengadilan PTUN,

“Masih kata, Ketua, Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi (DPD LAKI) sekaligus Ketua laskar Pejuang 45 Sulawesi Tenggara, Melalui Wakil II, Kahar Musakkar,, Pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan. Tunduk terhadap ketentuan kewajiban pemenuhan IPPKH dalam kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, maka sesuai dengan Pasal 119 UU Minerba, Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dicabut oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya karena alasan pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang- undangan.

Bersambung..