Example 650x100

Sidrap, katasulsel.com — Tambang galian C di Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, kembali menjadi sorotan.

Aktivitas penambangan yang diduga ilegal ini tak hanya meresahkan warga, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar: apakah pengawas hanya jadi penonton di tengah hiruk-pikuk eksploitasi tanah?

Lokasi tambang yang berada di pinggir jalan poros Trans-Sulawesi, antara Desa Lainungan dan Desa Mattiro Tasi, kian mengkhawatirkan.

Debu beterbangan, jalanan rusak, dan suara bising alat berat menjadi pemandangan sehari-hari. Warga bertanya-tanya, di mana pemerintah dalam situasi ini? Apakah pengawasan hanya sekadar formalitas tanpa tindakan nyata?

[related berdasarkan="tag" jumlah="3" judul="Baca Juga:" mulaipos="0"]

Menanggapi keresahan ini, Anggota DPRD Sidrap, Saenal Rosi dan yang lainnya, melakukan kunjungan ke lokasi. Namun, hasilnya jauh dari yang diharapkan. Bukannya menemukan aktivitas pertambangan yang tertata rapi sesuai regulasi, yang ada justru lahan sepi tanpa satu pun pengelola di tempat.

Example 300x500

“Saya langsung mengecek area tambang dan meninjau papan nama perusahaan. Anehnya, tidak ada satu pun pengelola atau operator alat berat yang bisa dimintai keterangan. Hanya ada satu unit excavator terparkir tanpa aktivitas,” ungkap Saenal Rosi dengan nada heran.

Bersambung….

Ketidakhadiran pengelola tambang ini justru menambah tanda tanya besar. Jika mereka beroperasi sesuai aturan, mengapa mereka menghindar saat ada pengawasan? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan?

Di sisi lain, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sidrap mengklaim telah melakukan monitoring bersama kepala desa dan pejabat terkait. Namun, hasilnya masih dalam tahap pelaporan ke pemerintah provinsi, yang memiliki kewenangan menerbitkan izin tambang.

“Nah, di sinilah letak masalahnya. Jika izin diberikan oleh pemerintah provinsi, maka seberapa ketat pengawasan yang dilakukan? Apakah ada evaluasi terbaru terkait izin lingkungan dan AMDAL? Jika ada pelanggaran, mengapa tambang masih berjalan?” ujar Mansyur S. Rachmat, seorang pegiat lingkungan.

Mansyur mencurigai bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki izin lengkap. “AMDAL hanyalah salah satu dari sekian banyak izin yang harus dimiliki. Jika mereka tak bisa menunjukkan dokumen-dokumen seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Operasi Produksi, dan izin lainnya, maka patut diduga ada permainan di balik layar,” tegasnya.

Persoalan ini bukan sekadar masalah izin. Ada dampak lingkungan dan sosial yang harus diperhitungkan. Bagaimana dengan keamanan warga? Apakah sudah ada langkah mitigasi terhadap potensi bahaya akibat aktivitas tambang di dekat pemukiman dan jalan utama?

Fenomena tambang ilegal bukan barang baru. Ini seperti penyakit lama yang terus kambuh karena lemahnya pengawasan dan minimnya tindakan tegas. Jika pemerintah hanya bersikap pasif, maka jangan heran jika kejadian serupa akan terus berulang.

Bersambung….

Masyarakat menunggu langkah konkret dari pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Jika pelanggaran ditemukan, sanksi harus diberikan. Tidak cukup hanya sekadar laporan dan sidak seremonial. Jika perlu, izin operasional harus dicabut untuk memberikan efek jera.

Karena jika tidak, pemerintah sendiri yang memberi ruang bagi perusahaan tambang untuk bertindak sewenang-wenang, sementara warga hanya bisa menonton lingkungan mereka dirusak tanpa daya. (*)