Example 650x100

Labuhanbatu Selatan, katasulsel.com — Akhirnya teka-teki itu selesai.

Perempuan tanpa nama yang ditemukan sebagian tubuhnya mencuat dari tanah liat di Dusun Rintis, Desa Rintis, Kecamatan Silangkitang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, bukan lagi sekadar angka di statistik kriminal.

Ia punya nama. Ia punya cerita. Dan yang paling penting, ia akhirnya punya keadilan. Polisi menutup babak pelarian pelaku yang ternyata bukan orang jauh.

ZS, pria 38 tahun yang selama ini mengendap-endap di balik kabut pelarian, diciduk saat sedang “makan gratis” di acara hajatan dekat pemakaman. Ironi yang lengkap.

Semua bermula di sore yang biasa. Senin, 10 Februari 2025, jam tiga lewat sedikit. Dua warga sedang survei lahan.

Example 970x970

Bau itu menusuk lebih dulu sebelum pandangan menangkapnya. Tanah bergelombang aneh. Kaki manusia. Setengah tubuh mencuat.

Panik bercampur bingung, laporan segera diteruskan dari mulut ke mulut—Paimin ke Sekdes, Sekdes ke polisi.

Prosedur berlangsung cepat. Satu titik terang muncul: korban ternyata NR, usia 52 tahun, warga Langga Payung, Sei Kanan.

Kapolres Labusel, AKBP Aditya S.P. Sembiring Muham, Jumat, (4/4), menyampaikan sendiri di Mapolres.

Dalam bahasa hukum, ini jelas: tindak pidana berat dengan unsur kesengajaan. Fakta forensik bilang, korban tewas akibat asfiksia—tercekik, kehabisan napas.

Trauma tumpul di kepala dan punggung memperkuat indikasi kekerasan. Autopsi menjadi pintu masuk untuk mengurai jejak motif.

ZS, yang ternyata mengenal korban cukup dekat, diselimuti rasa cemburu. Dalam hukum, motif bisa jadi tidak menentukan, tapi dalam narasi publik, itu penjelasan yang membuat ngeri jadi lebih manusiawi.

Dengar-dengar, NR dikenalkan ke pria lain. ZS yang sedang overthinking dan emosional curhat di media sosial. Satu kalimatnya bahkan sempat viral di lingkaran kecil: “Lebih baik dia nggak ada daripada aku terus dihantui rasa sakit ini.”

Malam 6 Februari 2025 jadi malam terakhir bagi NR. Sekitar pukul 00.30 WIB, keduanya pergi dari warung di Situmbaga. ZS bawa motor milik korban, Honda Vario putih, BK 5458 ZAO.

Di tengah jalan menuju Langga Payung, cekcok jadi tak terelakkan. Emosi meledak. Motor berhenti. ZS dorong NR sampai jatuh.

Dalam hukum, ini bisa masuk ke dalam penganiayaan ringan, tapi yang terjadi setelahnya lebih parah. Saat seorang pengendara melintas, ZS panik.

Ia menyekap mulut NR. Tidak ada niat membunuh? Barangkali. Tapi konsekuensi tetap terjadi. Korban kehabisan oksigen. Mati di tempat.

ZS sempat diam. Lalu berpikir cepat. Damage control. Ia pastikan NR benar-benar tak bernyawa, lalu bawa jasad dengan motor ke perkebunan sawit di daerah Mual Mas. Di sana, ZS menggali lubang dan menguburkan tubuh korban setengah jadi.

Bersambung…

Cincin, kalung, dan ponsel NR berpindah tangan. Unsur pencurian? Masuk. Pasal 365 KUHP mengintai.

Pelarian dimulai. Polisi bekerja dalam sunyi. Barang bukti di TKP mulai bicara pelan. Tim Resmob Labusel mengendus jejak. Rantau Utara jadi lokasi pertama yang diawasi. Tapi ZS sudah menghilang. Ia seperti bayangan, berpindah-pindah.

Dari Sumut ke Jambi. Motor korban dibuang. Identitas disamarkan. Tapi hukum tidak tidur. Dengan pengawasan penuh oleh Kanit Pidum Iptu Chaidir Suhatono, penangkapan akhirnya terjadi.

Lokasi? Simpang Empat, Asahan. Momen lucu sekaligus getir: ZS ditangkap saat sedang ikut makan di acara hajatan. Warga yang curiga, lapor. Polisi datang. Tangkap. Tamat.

Kini ZS tak lagi bebas. Ia duduk di balik jeruji, menanti proses hukum yang panjang. Ia dijerat Pasal 340 KUHP—pembunuhan berencana. Alternatifnya Pasal 338, atau dikombinasikan dengan Pasal 365 karena ada unsur pengambilan barang.

Ancamannya berat. Hukuman mati, penjara seumur hidup, atau 20 tahun maksimal. Semua tergantung majelis hakim nanti. Yang pasti, proses due process of law akan berjalan.

Keluarga korban datang ke Mapolres. Mereka tidak teriak. Tidak marah.

Hanya wajah lelah yang akhirnya bisa beristirahat. Kakak kandung NR berkata pelan, tapi tajam: “Kami hanya ingin keadilan. Dan sekarang kami bisa menguburkannya dengan tenang.”

Dan di Dusun Rintis, tanah yang pernah menyembunyikan tubuh NR, kini jadi saksi bahwa keadilan—meskipun lambat—pada akhirnya selalu datang.(*)