
Gowa, Katasulsel.com — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa, resmi menerima penyerahan tahap dua tersangka utama dalam perkara pemalsuan uang rupiah, Selasa (15/4/2025).
Tersangka bernama Annar Salehuddin Sampetoding (ASS), diduga sebagai otak pendanaan dalam jaringan kriminal yang telah menyeret berbagai kalangan, mulai dari akademisi, ASN, hingga wiraswasta.
Penyerahan tersangka ASS dilakukan penyidik Polres Gowa di Kantor Kejari Gowa. Penuntasan berkas perkara tersebut menambah daftar panjang pelaku dalam kasus ini menjadi 15 orang.
Kejahatan ini bukan sekadar pemalsuan uang, namun sebuah operasi terstruktur dan sistematis yang mengancam kedaulatan ekonomi nasional.
Dari penyelidikan yang telah dilakukan, diketahui bahwa ASS berperan sebagai pemberi modal dalam proses produksi uang palsu.

Dalam perspektif hukum pidana, pembiayaan kejahatan seperti ini masuk dalam kategori penyertaan aktif, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia tidak hanya mendukung secara finansial, tetapi juga memungkinkan keberlangsungan kegiatan ilegal yang melibatkan banyak aktor lainnya.
Sebelumnya, Kejari Gowa telah menerima 11 berkas perkara dengan total 14 tersangka, termasuk nama-nama yang mencengangkan publik.
Bersambung…
Seorang kepala perpustakaan perguruan tinggi negeri ternama di Makassar, seorang pegawai bank, beberapa ASN, ibu rumah tangga, dan bahkan juru masak.
Fakta ini menunjukkan bahwa sindikat pemalsu uang tidak hanya menjangkiti lapisan masyarakat marginal, tapi juga menyusup ke dalam institusi negara dan lembaga akademik.
Tersangka Andi Ibrahim, misalnya, menjabat sebagai Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, namun ditengarai terlibat langsung dalam proses produksi uang palsu.
Sementara Andi Haeruddin, seorang pegawai bank, diduga mengedarkan uang palsu tersebut dengan memanfaatkan keahliannya dalam sistem perbankan.
Terlebih, keterlibatan PNS, guru, hingga ibu rumah tangga mengindikasikan bahwa kejahatan ini dibangun atas dasar jaringan kepercayaan sosial yang telah disalahgunakan secara sistematis.
Para pelaku dijerat Pasal 36 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp50 miliar.
Bagi para pelaku yang menerima, mengedarkan, hingga memproduksi, seluruh pasal tersebut berlaku kumulatif.
Kejahatan terhadap mata uang digolongkan sebagai tindak pidana luar biasa (extraordinary crime), karena secara langsung mengancam stabilitas sistem ekonomi dan keuangan nasional.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, menegaskan bahwa penanganan perkara ini dilakukan secara profesional dengan prinsip zero KKN.
Bersambung…
Ia menyatakan bahwa tim jaksa yang menangani kasus ini bekerja berdasarkan prinsip integritas dan akuntabilitas tinggi, tanpa pandang bulu terhadap latar belakang para tersangka.
Kajari Gowa, Muhammad Ihsan, memastikan bahwa proses penyusunan Surat Dakwaan sedang disiapkan untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gowa.
Selama proses penahanan, tersangka Annar Sampetoding dititipkan di Rutan Kelas I Makassar selama 20 hari, dengan pengawasan ketat. Setiap pihak yang ingin menemui tersangka wajib mengantongi izin resmi dari jaksa penuntut umum.
Kasus ini mencerminkan betapa rentannya struktur sosial kita terhadap infiltrasi jaringan kriminal dengan motif ekonomi.
Uang, yang seharusnya menjadi simbol kedaulatan negara dan alat tukar sah dalam transaksi ekonomi, kini ternoda oleh tangan-tangan yang mencoba merusak sistem dari dalam. Negara harus hadir tegas dalam menjaga integritas rupiah.
Bersambung…
Sebab dalam selembar uang, tersemat nilai bukan hanya nominal, tapi juga kedaulatan dan kepercayaan rakyat terhadap bangsanya.(*)
Tinggalkan Balasan