Example 650x100

Buton, Katasulsel.com – Ada kalanya alam menjadi saksi bisu atas hilangnya satu jiwa dari peradaban, dibungkus rimbunnya daun dan bisikan angin yang menyesatkan arah.

Wa Soeladi, seorang lansia berusia 74 tahun asal Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, menjadi narasi hidup tentang keteguhan jiwa dan sabar menanti, dalam sunyi tujuh hari yang membeku di balik semak dan ilalang.

Ia ditemukan, Selasa pagi (30/4), oleh seorang warga bernama La Pajo. Tubuh renta itu duduk diam di antara pohon-pohon yang seakan tak ingin bicara. Hanya jarak 5,84 kilometer dari titik terakhir ia terlihat—jarak yang mungkin terasa bagai ribuan langkah bagi tubuh yang semakin tak berdaya.

Saat itu, waktu menunjukkan pukul 10.00 WITA. Hari masih muda, tapi detak waktu terasa lambat. Wa Soeladi tak mampu lagi berdiri. Dunia di sekelilingnya kabur, kabut kebingungan menyelimuti pandangannya. Namun hidup belum berakhir di sana. Ia selamat, dalam balutan lemas dan haru.

La Pajo, seperti dituntun takdir, membopong kisah ini menuju titik terang. Bersama warga lainnya, ia membawa Wa Soeladi ke sebuah pondok kebun milik Mama Santo, warga Desa Holimombo. Dari sanalah kabar ini mengalir ke anaknya, Amiruddin, yang selama seminggu terakhir hidup dalam doa dan pencarian tanpa jeda.

Semua berawal dari hari Sabtu, 12 April 2025. Hari ketika Wa Soeladi dan sang suami memilih bermalam di kebun mereka—sebuah pilihan sederhana yang belakangan berujung pada keheningan panjang.

Pagi hari Rabu, 23 April, pasangan ini berjalan menuju Desa Sumber Sari untuk membeli beras. Dalam perjalanan pulang, sang suami berjalan lebih dulu, sementara Wa Soeladi menyusul dari belakang.

Namun hingga pukul sepuluh pagi, ia tak kunjung kembali ke pondok. Suami yang diliputi cemas pun menyusuri kembali jalan yang mereka lalui. Tak ada tanda, tak ada suara. Hutan menelan jejaknya begitu saja.

Anak mereka, Amiruddin, segera diberitahu. Bersama warga, ia memulai pencarian. Siang berganti malam, satu hari menjadi dua, dua menjadi tujuh—masyarakat bahu membahu, menyisir semak dan sungai, hingga akhirnya suara kehidupan terdengar dari tengah keheningan.

Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Kendari, Amiruddin A.S., menyampaikan rasa hormatnya kepada warga yang telah bergerak tanpa pamrih.

“Kami sangat mengapresiasi gerak cepat dan gotong-royong warga. Semangat seperti ini adalah cahaya bagi setiap kehilangan,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak menunda untuk melaporkan kasus orang hilang kepada pihak berwenang agar proses pencarian dapat dilakukan secara maksimal.

Wa Soeladi telah kembali—tak dengan kekuatan penuh, tapi dengan nyawa yang masih menggenggam harapan. Ia pulang tak hanya membawa tubuh yang selamat, tapi juga kisah yang kelak bisa diceritakan cucunya: tentang sunyi yang panjang, dan cinta yang tak berhenti mencari.(*)