Example 650x100

Bone, Katasulsel.com — Suasana di Samaelo, Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone, pagi itu tak biasa. Udara pagi yang biasanya tenang, kali ini penuh suara drone media, deru traktor, tawa warga, dan kilatan kamera dari berbagai penjuru.

Tapi bintang utamanya bukan kamera. Bukan juga pejabat. Yang bersinar pagi itu adalah bulir-bulir padi yang menguning sempurna. Siap ditebas sabit, diangkut combine harvester, dan ditimbang — bukan cuma sebagai hasil tani, tapi juga simbol dari kemandirian pangan Sulawesi Selatan.

Dan Bone, hari ini, berdiri sebagai panggung utama.

Bone, Primadona Produksi Padi Sulsel

Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman tak datang sendirian. Di belakangnya, berbaris rapi wajah-wajah yang biasanya terlihat dalam rapat keamanan, koordinasi militer, dan sidang anggaran. Tapi hari ini, semua turun sawah.

Ada Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen TNI Windiyatno, Kapolda Sulsel Irjen Pol Rusdi Hartono, Danlantamal VI Brigjen TNI Wahyudi, Wakil Ketua DPRD Yasir Mahmud, hingga Kabinda Sulsel Brigjen TNI Dwi Surjatmodjo. Lengkap. Barisan multi-sektoral presence.

Example 970x970

Semuanya hadir bukan sekadar simbol. Mereka jadi bagian dari narasi baru bahwa sawah bukan hanya urusan petani, tapi juga strategi negara.

“Bone itu episentrum padi. Tahun lalu 193 ribu ton. Tahun ini, baru April sudah tembus 200 ribu ton,” kata Gubernur, dengan nada tak bisa disembunyikan: bangga.

Satu Komando, 14 Provinsi, Dipimpin dari Majalengka

Hari itu, panen raya dilakukan serentak di 14 provinsi. Dari Majalengka, Presiden RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memberi aba-aba lewat layar. Di Bone, aba-aba itu diterjemahkan menjadi aksi nyata.

Sabit diangkat. Traktor dinyalakan. Kamera menyorot. Tapi lebih dari itu, masyarakat melihat — dan merasakan — ada kebangkitan pertanian yang lebih serius tahun ini.

Padi dan Ketahanan Nasional

Letkol Inf Moch Rizki Hidayat (Dandim 1407/Bone), dengan suara tenang tapi bernas, menggarisbawahi makna hadirnya aparat di ladang: bukan semata pengamanan, tapi bagian dari strategi food security integration.

Kapolres Bone, AKBP Erwin Syah, juga bicara soal pentingnya kolaborasi di tingkat desa. Ia menyebut, pengamanan pupuk, penyaluran alat, hingga edukasi hukum pertanian menjadi fokus pengawasan Polri hari ini.

Ini adalah perwujudan dari pendekatan total defense, di mana ketahanan pangan dipahami sebagai bagian dari ketahanan negara secara utuh — sosial, ekonomi, hingga keamanan.

Instruksi Tegas, Tapi Hangat

Gubernur tak hanya panen. Ia juga sempat menyampaikan kritik kecil tapi penting: soal cara tanam petani.

“Jangan dihambur. Jangan sampai rumput lebih tinggi dari padinya,” katanya. Kalimat sederhana yang menyentil, sekaligus menyentuh.

Bersambung….

Ia paham bahwa hasil panen tak hanya bergantung pada cuaca, tapi juga disiplin. Pada titik ini, agrikultur bertemu dengan etos kerja.

Dan Gubernur punya alasan kuat untuk bicara tegas: harga gabah sedang tinggi — Rp6.500 per kilo. Momentum ini, jika dikelola baik, bisa menjadi pendorong kesejahteraan petani secara signifikan.

Panen Serentak, Tanam Serentak: Siklus Produktivitas Baru

Tak hanya panen. Setelah acara seremonial, semua langsung berganti posisi. Dari memanen, ke menanam. Sawah yang selesai ditebas langsung diolah ulang. Ini adalah bentuk dari continuous planting cycle — pola tanam berkesinambungan untuk memaksimalkan indeks pertanaman (IP).

Dalam dunia pertanian modern, IP adalah indikator penting. Bone sedang bergerak dari IP100 ke IP200 dan bahkan IP300 — artinya, satu tahun tiga kali panen. Dan itu bukan mimpi.

Ini dimungkinkan dengan sistem irigasi mikro, bantuan pompanisasi, dan penerapan teknologi adaptif berbasis data curah hujan, kelembapan tanah, serta rotasi tanaman.

Petani Bukan Lagi Penonton

Yang paling menarik dari acara ini adalah antusiasme warga. Mereka tak lagi merasa jadi objek. Mereka jadi subjek. Bahkan mitra.

Di pinggir sawah, para petani berdiskusi dengan penyuluh. Bahas benih, varietas tahan hama, bahkan strategi simpan hasil pasca-panen agar tidak dijual murah ke tengkulak. Di situlah pertanian menjadi arena literasi.

Salah satu petani, Pak Daeng Amir, 54 tahun, tersenyum lebar. “Biasanya kami sendiri. Sekarang rame-rame. Rasanya dihargai,” ujarnya.

BONE, LUMBUNG & LABORATORIUM

Hari itu Bone tak hanya jadi lumbung padi. Tapi juga laboratorium kebijakan. Di sini, teori ketahanan pangan diuji di lapangan.

Dan Bone, dengan segala kerja kerasnya, menunjukkan bahwa kedaulatan pangan bukan sekadar mimpi. Tapi kenyataan yang bisa dicapai, jika semua pihak — dari presiden hingga petani — turun sawah bersama.

Bone panen besar hari ini. Tapi lebih dari itu, Bone sedang menanam satu hal yang lebih langka: keyakinan bahwa bangsa ini bisa berdiri di atas berasnya sendiri.