
Seorang kepala perpustakaan perguruan tinggi negeri ternama di Makassar, seorang pegawai bank, beberapa ASN, ibu rumah tangga, dan bahkan juru masak.
Fakta ini menunjukkan bahwa sindikat pemalsu uang tidak hanya menjangkiti lapisan masyarakat marginal, tapi juga menyusup ke dalam institusi negara dan lembaga akademik.
Tersangka Andi Ibrahim, misalnya, menjabat sebagai Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, namun ditengarai terlibat langsung dalam proses produksi uang palsu.
Sementara Andi Haeruddin, seorang pegawai bank, diduga mengedarkan uang palsu tersebut dengan memanfaatkan keahliannya dalam sistem perbankan.
Terlebih, keterlibatan PNS, guru, hingga ibu rumah tangga mengindikasikan bahwa kejahatan ini dibangun atas dasar jaringan kepercayaan sosial yang telah disalahgunakan secara sistematis.
Para pelaku dijerat Pasal 36 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp50 miliar.

Bagi para pelaku yang menerima, mengedarkan, hingga memproduksi, seluruh pasal tersebut berlaku kumulatif.
Kejahatan terhadap mata uang digolongkan sebagai tindak pidana luar biasa (extraordinary crime), karena secara langsung mengancam stabilitas sistem ekonomi dan keuangan nasional.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, menegaskan bahwa penanganan perkara ini dilakukan secara profesional dengan prinsip zero KKN.
Bersambung…
Tinggalkan Balasan