banner 650x65

Ditulis oleh : Adzra NazhifahMahasiswi : Akuntansi, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Etika merupakan konsep yang dibentuk melalui moralitas dan memiliki nilai kebenaran yang dapat dijadikan sebagai tindakan sosial oleh suatu kelompok atau individu. Tingkah laku seseorang dapat dinyatakan dengan tindakan sadar dan terdapat aturan-aturan yang harus diikuti dan dapat diterapkan dalam suatu organisasi atau kelompok yang disebut etika. Pekerjaan di bidang apa pun dikaitkan dengan etika. Misalnya di Indonesia pekerjaan seorang akuntan tidak terlepas dari etika, banyak terjadi pelanggaran etika dan hal-hal lain yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Suatu hal yang menarik bagi masyarakat untuk bertanya-tanya apakah aparat penegak hukum sudah mematuhi peraturan yang berlaku atau tidak? Mengingat banyaknya pelanggaran etika yang sering terjadi dan dilakukan oleh orangorang yang ahli di bidangnya.

Pengembangan kesadaran sebagai bagian dari etika atau moralitas dapat dijadikan simbol dan kunci dari semua profesi akuntansi). Pelanggaran seringkali disebabkan oleh tindakan seseorang di bidang pekerjaannya, yang dapat dikendalikan jika menggunakan penerapan etika profesi sebagai batasannya. Dalam hal penerapan etika profesi sebagai pedoman bagi akuntan, seperti prinsip dasar seperti objektivitas, kerahasiaan, perilaku profesional, standar teknis, tanggung jawab terhadap kepentingan publik, profesionalisme, integritas, kompetensi dan kehati-hatian profesional. Dengan menjunjung tinggi etika profesi, seorang akuntan akan terhindar dari praktik-praktik yang tidak etis seperti kecurangan. Tujuan ini dapat membantu jika diterapkan sesuai dengan peraturan, ketentuan, dan prosedur yang berlaku tanpa pedoman etika bagi akuntan yang tidak melakukan sebagaimana dimaksud.

Perilaku tidak etis terjadi ketika suatu perbuatan melanggar etika suatu kelompok masyarakat. Permasalahan yang sering muncul adalah beberapa akuntan dan organisasi seringkali mengabaikan praktik etika dan lebih memilih untuk melakukan praktik yang menyimpang seperti kecurangan, penipuan, penggelapan pajak dan korupsi. Sikap tersebut merupakan pelanggaran kode etik dari aturan yang ada, sehingga selalu diperbincangkan dan diliput di banyak media. Dengan asumsi organisasi dan akuntan telah menerapkan etika profesi, mengapa masih ada masalah yang sebenarnya bisa dihindari yaitu penerapan kode etik ini dalam pekerjaan masih sangat terbatas.

Penelitian tentang kepribadian seorang akuntan yang berkaraker relativistik cenderung menerima perilaku tidak etis yang tidak sesuai dengan etika profesi di tempat kerja. Relativisme berarti bahwa perilaku individu yang menolak nilai-nilai moral yang memandu perilaku individu adalah menipu sehingga tidak mengacu pada kode etik yang berlandaskan etika profesi. Relativisme adalah toleransi etis untuk memahami nilai-nilai universal atas perilaku seseorang. Kecintaan terhadap uang juga dapat mempengaruhi adanya perilaku tidak etis, kecintaan terhadap uang membuat masyarakat melupakan perilaku yang telah dilakukannya sehingga menimbulkan penyimpangan etika profesi.

Seperti pada kasus pelanggaran perilaku tidak etis yang dilakukan oleh PT. KAI yang memanipulasi laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tahunannya yang diterbitkan pada 2005, ia mengumumkan telah meraih laba sebesar Rp 6,90 miliar. Padahal jika dicermati, harus dikatakan mengalami kerugian sebesar Rp 63 miliar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia sudah tiga tahun tidak dapat memungut pajak dari pihak ketiga. Namun, dalam laporan keuangan, pajak pihak ketiga diakui dalam laba rugi. Memang menurut standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan ke dalam pendapatan atau aset. Akibatnya, terjadi kesalahan pencatatan transaksi atau perubahan keuangan di sini.

Di sisi lain, PT Kereta Api Indonesia berpendapat bahwa kesalahan pencatatan hanya terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang pengakuan piutang tak tertagih. Beberapa pihak menganggap kredit macet dari pihak ketiga bukan sebagai pendapatan. Akibatnya, PT Kereta Api Indonesia harus mengakui mengalami kerugian sebesar Rp 63 miliar. Sebaliknya, pihak lain juga berpendapat bahwa piutang tak tertagih masih dapat diperhitungkan dalam pendapatan PT Kereta Api Indonesia, sehingga dapat diperoleh laba sebesar Rp 6,9 miliar pada tahun tersebut. Dugaan manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Karenanya, akumulasi masalah terjadi di sini.

PT KAI sebagai entitas berhak untuk menyusun laporan keuangannya dan memilih auditor eksternal untuk melakukan audit atas laporan keuangan tersebut. Namun, PT KAI tidak boleh mengabaikan aspek organisasi pelaporan keuangan dan proses audit. Ada hal-hal mendasar yang harus diperhatikan sebagai bentuk pengelolaan perusahaan yang baik. Auditor eksternal yang terpercaya harus memiliki integritas yang nyata dan prosesnya harus dilakukan sesuai dengan pedoman yang diakui keabsahannya, dalam hal ini PSAK dan SPAP. Selain itu, auditor eksternal wajib berkomunikasi dengan baik dengan komite audit PT Kereta Api Indonesia yang ada untuk membangun pemahaman di antara semua komponen organisasi. Lebih lanjut, soliditas kelembagaan diharapkan dapat memfasilitasi penerapan sistem pengendalian manajemen di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini mendukung tercapainya tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pemangku kepentingannya.

Pelanggaran akuntansi harus diberi sanksi sesuai dengan pelanggarannya untuk menghukum dan membantu mengurangi praktek-praktek yang tidak etis. Dalam hal Akuntan melakukan pelanggaran dalam menjalankan pekerjaannya, baik berupa pelanggaran ringan maupun berat, dapat dikenakan sanksi administratif.

Pelanggaran ringan dikenakan peringatan. Selama ini pelanggaran yang berat akan diberikan sanksi berupa pembekuan izin, apabila sanksi tersebut tidak merugikan pencipta maka izin akan dicabut. Sanksi akan diberikan, seperti hukuman ringan hingga pencabutan izin jika pelanggaran tidak dapat ditoleransi oleh orang yang telah melanggar aturan kode etik. Jika hal ini dapat dilakukan oleh penegak hukum dalam mengawasi pelanggaran lebih dekat, maka akan menjadi solusi yang dapat membatasi pelaku yang tidak etis.

Dari kasus PT.KAI tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak etis masih terjadi dikalangan pemegang kedudukan akuntan tertinggi. Hal ini membuktikan bahwa kurangnya implementasi etika profesi sehigga perilaku tidak etis masih terjadi. Namun, jika penerapan etika profesi sudah diterapkan secara baik dan menghukum pelanggar kode etik, memantau melalui pengendalian internal, mendorong budaya organisasi yang lebih ketat, menegakkan kode etik, memimpin secara etis, dan memberikan pelatihan serta pembinaan tentang perilaku tidak etis bagi karyawan. Pentingnya penerapan etika profesi sebagai aturan yang harus dijunjung tinggi menjadi batasan bagi anggota, jika pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai peraturan, sehingga para akuntan berprofesi memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Catatan : Artikel ini dikirim langsung oleh penulis dan terkait segala konten sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

banner 650x650