Example 650x100

Jakarta, Katasulsel.com — Di ruang sidang yang sunyi, 27 Maret 2025, hanya suara palu hakim yang terdengar menggema.

Bebas Ginting, pria yang kini tak lagi bisa menghirup udara bebas, tertunduk lesu.

Dua rekannya, Yunus Saputra Tarigan dan Rudi Apri Sembiring, menahan napas. Vonis telah dijatuhkan.

Seumur hidup untuk Bebas. Dua puluh tahun bagi Yunus dan Rudi. Begitu putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatra Utara.

Vonis ini bukan sekadar hukuman. Ini pesan. Pesan bahwa nyawa wartawan tak boleh lagi dipermainkan.

Example 970x970

Bahwa kebenaran yang mereka sampaikan tidak boleh dibungkam dengan api dan teror.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyambut putusan itu dengan lega.
“Setidaknya ini memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban,” ucapnya di Jakarta.

Namun, ia juga mengingatkan: kasus ini belum benar-benar selesai. “Indikasi keterlibatan oknum aparat harus dituntaskan,” tegasnya.

Malam yang Mencekam

27 Juni 2024. Malam itu tenang di kawasan Nabung Surbakti, Kabanjahe. Tapi di satu rumah, horor sedang berlangsung. Api berkobar, melahap dinding kayu dan atap seng.

Terlihat dari jauh seperti kebakaran biasa. Tapi ini bukan kecelakaan. Ini serangan.

Di dalam rumah itu, empat nyawa terpanggang. Rico Sempurna Pasaribu (47), wartawan Tribrata TV, tak sempat menyelamatkan diri.

Istrinya, Elfrida boru Ginting (48), anak mereka Sudi Investasi Pasaribu (12), dan cucunya yang masih berusia tiga tahun, Loin Situkur, juga ikut terbakar.

Ketika api akhirnya padam, yang tersisa hanya abu dan pertanyaan: siapa yang tega melakukan ini?

Jejak Panas di Balik Berita

Jawabannya mulai terkuak ketika penyelidikan dimulai. Rico bukan wartawan biasa. Ia menulis dengan tajam.

Berita-beritanya membongkar sisi gelap Kabanjahe. Dan salah satu liputannya yang paling berani: perjudian.

Dalam laporannya di Tribrata TV, Rico mengungkap keberadaan rumah judi di Jalan Kapten Bom Ginting. Ia menyebut nama. Salah satunya: Koptu Herman Bukit, oknum TNI yang diduga kuat terlibat dalam bisnis haram itu.

Investigasi yang dilakukan Tim Pencari Fakta dari Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumut mengungkap lebih banyak. Rico ternyata sering datang ke rumah judi itu. Bukan untuk bermain, tapi untuk mengumpulkan informasi.

Tak lama setelah berita itu tayang, rumahnya terbakar. Dan semua penghuni di dalamnya ikut terbakar hidup-hidup.

Benarkah Ini Akhir Cerita?

Tiga pelaku sudah divonis. Tapi bayang-bayang misteri masih menggantung. Benarkah hanya mereka bertiga yang bertanggung jawab? Ataukah ada sosok lain di balik layar yang menggerakkan semua ini?

Koptu Herman Bukit disebut dalam banyak pemberitaan. Tapi hingga kini, statusnya masih buram.

Publik menunggu. Apakah hukum benar-benar bisa menjangkau mereka yang berada di balik layar? Ataukah kasus ini akan menjadi satu lagi cerita tentang keadilan yang tertahan di tengah jalan? (*)